Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta |
Terletak di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, Pelabuhan Sunda Kelapa menawarkan eksotisme Teluk Jakarta yang tak banyak dilihat orang, bahkan mungkin sedikit terabaikan. Namanya yang dulu berjaya di kawasan Asia, kini justru seolah menyingkir dari hiruk pikuk dan kemajuan Kota Jakarta.
Kalau kita menilik sejarah perdagangan rempah dunia, Pelabuhan Sunda Kelapa berperan penting di dalamnya. Tempat ini sudah dikenal semenjak abad ke-12, dan kala itu merupakan pelabuhan terpenting Pajajaran. Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah melempar jangkarnya di tempat ini, untuk memperdagangkan hasil bumi maupun kerajinan dari daerahnya masing-masing. Pelabuhan Sunda Kelapa pun menjadi saksi bisu kejayaan Kerajaan Pajajaran yang saat itu beribukota di Pakuan (Sekarang bernama Bogor). Sisi menarik lainnya, desa-desa di sekitar Pelabuhan ini juga merupakan cikal bakal Kota Jakarta, yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal 22 Juni 1527.
Desis kagum meluncur dari mulut kami begitu melihat Kapal-Kapal Phinisi bersandar dengan anggunnya. Badan Kapal yang terbuat dari kayu terlihat kokoh dengan kekhasan Indonesia. Sentuhannya membuat kami serentak menyanyikan lagu “Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudera, menerjang ombak, tiada takut, menempuh badai, sudah biasa.”
Berpose dengan latar belakang Perahu Phinisi |
Dari depan ke belakang (Ika, Saya, Mbak Idha, Mbak Nik, Mbak Susi) |
Mentari yang bersinar sangat terik siang itu pun tak sedikitpun menghalangi kami untuk menikmati keindahan Pelabuhan ini. Melihat dari banyaknya kapal yang bersandar, saya hanya menebak kalau mungkin Pelabuhan Sunda Kelapa masih berfungsi. Hanya saja tidak sesibuk pelabuhan besar lain. Menurut informasi yang saya baca dari beberapa media online, pelabuhan ini akan nampak sangat cantik saat mentari menyusup malu-malu di balik awan, ketika dia hendak kembali ke peraduannya. Bias sinar lembutnya menerpa lautan hingga memancarkan pesona keemasan pada setiap kapal Phinisi yang bersandar. Duh cantiknya….
Sayang, kami belum dapat menikmatinya di malam hari. Mungkin lain waktu.
Perjalanan pun kami lanjutkan ke Jalan Sabang, untuk sekedar mengisi perut. Jalan yang biasanya dipenuhi oleh penjual aneka kuliner ini pun nampak sepi. Hanya ada dua restaurant yang buka. Selebihnya, sedang menikmati liburan idul fitri. Kami pun memilih restaurant bernuansa melayu yang menunya familiar di lidah kami. Cukup untuk membuat energi kami terisi penuh kembali, dan melanjutkan petualangan Jakarta City Tour.
Bersambung ke One Day going around The Old Town of Batavia (Part 3)
Add comment