Dengan menumpang taksi dari Jalan Sabang, kami pun diantar ke Gereja Katedral yang terletak di Jl. Katedral 7B. Bangunan tinggi menjulang, dengan arsitektur yang rumit sekaligus mengagumkan. Awalnya saya sempat ragu, apakah saya dan salah seorang sahabat diperkenankan masuk ke kawasan Gereja tersebut, mengingat kami berdua mengenakan jilbab. Namun kekhawatiran itu sirna ketika Pak Satpam justru mempersilakan kami untuk masuk, dan menikmati teduhnya halaman Gereja Katedral, Gereja Khatolik terbesar di Indonesia. Hal ini dikarenakan, Gereja Katedral sudah menjadi salah satu kawasan wisata. Hanya saja jika hendak masuk ke dalam bangunan Gereja, hendaknya melihat apakah sedang ada Misa atau tidak. Ya, tentu. Kita tidak boleh mengganggu ibadah mereka.
Gereja Katedral Jakarta |
Interior Gereja Katedral Jakarta |
Kami pun berpose di Goa Maria, juga menyusuri teduhnya halaman Gereja. Kepala saya mendongak, melihat betapa tingginya Gereja Katedral ini. Di rooftop terdapat lonceng yang biasanya berbunyi jika ada Misa maupun peristiwa penting lainnya. Sungguh indah. Dua orang sahabat saya pun menyempatkan diri berdoa di dalam Gereja. Sedangkan saya dan sahabat saya yang muslim, tidak berniat untuk masuk ke dalamnya. Karena meskipun diperbolehkan, saya takut nantinya malah mengganggu kekhusyukan jemaah yang sedang berdoa.
Goa Maria di Kawasan Gereja Katedral Jakarta |
Berpose dengan latar belakang Menara Gereja |
Masjid Istiqlal |
Masjid Istiqlal (foto diambil dari halaman Gereja Katedral) |
Lebih indahnya lagi, dari Gereja ini kita dapat melihat kemegahan masjid Istiqlal dengan kubahnya. Sungguh memberikan perpaduan nuansa yang harmonis antar umat beragama. Masjid Istiqlal merupakan salah satu masjid terbesar Indonesia, juga di Asia Tenggara. Kalau tadi kami yang muslim terkagum-kagum dengan arsitektur Gereja Katedral, kini giliran tiga orang sahabat saya yang terkagum-kagum melihat Masjid Istiqlal. Interiornya sungguh memberikan kesan betapa megah dan agungnya Masjid yang dibangun pada tahun 1970 ini.
Ika berpose di dalam Masjid Istiqlal |
Di kubahnya terukir rangkaian kaligrafi menawan yang tentunya sulit dipahami oleh rekan-rekan saya yang non muslim. Saya pun dengan senang hati menjelaskannya, kalau tulisan tersebut berartikan kalimah syahadat yang senantiasa diucapkan oleh kami, juga sebagai syarat menjadi seorang muslim. Saking cantiknya kaligrafi tersebut, salah seorang sahabat saya berpose dengan aneka gaya. Katanya, “Kapan lagi bisa masuk masjid ini?” Saya pun tersenyum melihat tingkahnya yang lucu. Beberapa saat kemudian, kami pun membahas tentang islam. Rekan-rekan saya yang non muslim mengeluhkan sikap seseorang yang mengaku muslim namun justru seringkali menyulut permusuhan dengan pemeluk agama lain. Kami yang muslim pun merasa perlu meluruskan, bahwa sejatinya, Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian juga toleransi pada sesama manusia. Tidak ada pemaksaan, tidak ada pula anarkisme dalam ajaran Islam. Bahkan Allah pun berfirman dalam Al-Quran, “bagiku agamaku, dan bagimu agamamu.”
Luasnya Masjid Istiqlal |
Menara Adzan Masjid Istiqlal |
Sore menjelang, kami pun naik taksi ke stasiun Tanah Abang. Menunggu Commuter line yang mengantarkan kami kembali ke BSD. Kalau tadi kami ke Pelabuhan Sunda Kelapa untuk menikmati pemandangan, kini di akhir petualangan kami, kami berlabuh di rumah saya untuk menikmati hidangan khas Indonesia buatan mama saya tercinta. Seharian keliling Jakarta, Sungguh menjadi pengalaman tak terlupakan.
Love you Guys, Mbak Nik, Mbak Idha, Mbak Susi, and Ika for the time and trip with me. Next time we should going around Indonesia for enjoying the wonderful places. InsyaAllah 🙂
Add comment