Keinginan ini memang sudah lama sekali dicita-citakan. Seharian keliling Jakarta. Bisa nggak ya? Awalnya sempat ragu. Karena seperti yang kita tahu, Jakarta tuh si Raja Macet. Jangankan seharian bisa keliling Jakarta. Dari kelapa Gading ke Tanah Abang saja bisa menghabiskan waktu sampai 4 jam. BSD-Sudirman 3 Jam. Luar biasa macetnya.
Tapi saya percaya, dimana ada keinginan, disitu ada jalan. Maka mulailah saya “meracuni” sahabat-sahabat yang tergabung di IDC Community. “Kita keliling Jakarta yuk?”
Senengnya dengan sahabat IDC ini, kalau sudah diajak jalan pasti langsung oke. Kami pun mencari celah dan waktu luang masing-masing orang. Akhirnya kami sepakat. Mau keliling Jakarta pada lebaran hari ketiga. Dengan alasan, hari tersebut masih musim mudik. Yang padat pasti di Jawa atau di Sumatera. Jakarta kosong. Well done.
Setelah mempelajari peta kota Jakarta, Rute pun kami tetapkan. Dan…ikutilah perjalanan kami:
1. Menembus ruang dan waktu di Museum Mandiri
Karena kami tinggal di BSD dan sekitarnya, maka Start dimulai dari stasiun Rawa Buntu jam 09.00 WIB. Naik kereta Commuter Line menuju Tanah Abang, dan tiba di Tanah Abang jam 09.40. Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan dengan naik angkot jurusan Tanah Abang-Kota.
Salah satu jalan di Kota Jakarta |
Suasana Jakarta bagaikan kota mati di film the Legend. Jalanan kosong, hanya beberapa mobil nampak berseliweran. Toko-toko pun sebagian besar tutup. Bunyi klakson yang biasannya bersahut-sahutan kini berganti dengan ketenangan yang menyejukkan.
Melancong bersama teman-teman membuat perjalanan kami tidak terasa lama. Bahkan kami sibuk memotret mobil yang dapat dikatakan, saat seperti itu merupakan “barang langka” hingga kami sampai di depan Museum Mandiri. Keadaan sudah agak berbeda. Disini mulai ramai dengan para pelancong, yang mungkin berpikiran sama dengan kami. Keliling Jakarta disaat tuan rumahnya pada mudik ke daerah masing-masing.
Tadinya saya tidak tahu ini museum apa. Maklum, agak buta sama Jakarta Kota. Kami pun dengan ragu masuk. Menitipkan tas di resepsionis, dan menulis nama kami di buku tamu. Disitu dikasih tiket. Tapi nggak suruh bayar. Asyik kan?
Museum Mandiri |
Areal dalam Museum Mandiri |
Kesan anggun dan klasik menyambut kami saat kaki ini memasuki tapak pertama. Ornamen-ornamen khas Indonesia terpampang dengan cantiknya. Memamerkan keragaman kekayaan budaya bangsa. Disini pengunjung seolah diajak menelusuri sejarah Indonesia, dimulai dari replika Kapal Phinisi yang menggambarkan bahwa nenek moyang kita adalah seorang pelaut, kemudian alat-alat navigasi sederhana yang digunakan untuk berlayar, juga foto dan biografi singkat tokoh-tokoh dunia yang pernah berlabuh di nusantara seperti: Marco Polo, Laksamana Cheng Ho, Juan Sebastian del Cano, Alfonso d’Alburquerque, Cornelis de Houtman, dan Sir Henry Middleton (Siapanya Kate Middleton ya?). Semua disajikan urut sesuai dengan tahun kedatangan mereka.
Decak kagum dan kebanggan menyelimuti benak ketika kami melihat baju seragam tentara RI tempo dulu. Diletakkan dalam sebuah lantai kaca dan diterangi lampu sehingga bentuk dan warna seragam tersebut terlihat jelas. Satu hijau army, yang satunya putih. Sederhana memang, tapi dari kesederhanaan itu justru muncul kebesaran jiwa dan kobaran semangat untuk membela ibu pertiwi.
Ruangan berikutnya memajang sejarah dan metamorfosa logo Bank Indonesia. Sejarah perbankan Indonesia dimulai dari sini. Berasa kayak ikut kuliah singkat deh baca literaturnya. Kemudian terdapat juga patung-patung peraga bagaimana proses perbankan dilakukan. Nampak ada dua orang Belanda sedang berbincang, dengan latar belakang peralatan tempo dulu seperti mesin ketik, telepon, juga tumpukan uang cash.
2. Singgah di Kota Tua
Museum Fatahillah Kota Tua Jakarta |
Hanya berjarak beberapa meter dari Museum Mandiri, kita dapat menemukan kompleks Kota Tua Jakarta. Sebuah kompleks kecil di Jakarta dengan luas kurang lebih 1,3 km2. Jaman dahulu, kota ini dikenal dengan Batavia Lama (Oud Batavia). Bahkan saking cantik dan strategis wilayahnya, Oud Batavia dijuluki sebagai “Permata Asia”, dan Ratu dari Timur oleh pelayar Eropa, pada abad ke-16.
Kini, wilayah Kota Tua agak kurang terawat. Ditambah dengan keberadaan pedagang kaki lima yang menguasai sebagian besar tempat ini, menjadikan pengunjung tidak leluasa untuk sekedar jalan kaki, apalagi menikmati Kota Tua sambil mengayuh sepeda ontel. Sungguh sangat disayangkan. Sampah pun terserak dimana-mana. Padahal petugas kebersihan tak berhenti bekerja memunguti sampah tersebut.
Lagi-lagi, saya sedih melihat manner orang Indonesia yang suka buang sampah sembarangan. Nampaknya edukasi mengenai “tidak membuang sampah sembarangan” juga peraturan pemerintah tentang denda bagi orang yang membuang sampah sembarangan harus segera diberlakukan secara tegas. Tidak hanya sebuah wacana saja.
Karena Museum Fatahillah juga sedang direnovasi, kami pun sedikit kecewa karena tidak bisa masuk ke dalamnya. Namun kekecewaan itu segera dibayar dengan petualangan kami selanjutnya.
Bersambung ke Jakarta City Tour – One Day going around The Old Town of Batavia (Part 2)
Add comment