Sebuah cerita tentang lika-liku dunia travelers.
Banda Aceh, a couple years ago |
Hari ini, 10 Januari 2016, jam 15.40 seharusnya saya terbang dari Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh ke Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Perjalanan yang sudah saya rencanakan sejak bulan Mei 2015. Perjalanan impian ke sebuah pulau di ujung paling barat Indonesia, yang tentunya hanya sahabat terdekat saya yang mengerti apa artinya. Namun karena satu dan lain hal, perjalanan ini terpaksa batal.
Yups. Batal.
Sedih?
Pastinya.
Sedih dan menyesakkan. Itu tepatnya yang saya rasakan sebelumnya.
Mendekati hari-H keberangkatan, yaitu tanggal 6 Januari 2015, hati sudah galau. Saya pun memanjatkan doa andalan saya kepada Allah, yaitu minta izin untuk menginjakkan kaki di Pulau Weh. Belahan bumiNya yang indah dan menawan itu. Namun makin dekat, semakin hati ini dimantapkan untuk menyerahkan keputusan itu ke Allah saja, biar Allah yang ngatur.
Dini, partner perjalanan saya ke Sabang, mendapatkan musibah karena ibunya sakit, dan hingga kini belum membaik juga. Semoga saat saya mempublish tulisan ini, ibu teman saya Dini, sudah kembali pulih seperti sedia kala. Nggak ada yang lebih menyedihkan ketika kita melihat orang yang melahirkan kita terbaring tak berdaya. Sementara itu di Bandung, saya kembali berjuang untuk menyelesaikan pendidikan saya. Mengurus segala administrasi persiapan Tesis, juga berdiskusi dengan pembimbing soal tema yang akan saya pilih. Belum lagi jadwal konferensi internasional yang terus saja menagih full paper. I just do my best.
Akhirnya, saya pun mengikhlaskan batalnya perjalanan saya. Konsekuensinya pasti kerugian atas tiket pesawat, dan harus rajin nabung lagi buat beli tiket pesawat baru. Padahal buat saya, harga tiket Jakarta-Banda Aceh-Jakarta bukanlah nilai yang sedikit. Jarang sekali ada tiket promo kesana karena bukan merupakan tujuan favorit seperti ke Pulau Bali atau Lombok.
Satu yang saya yakini, ketika Allah sudah turut campur tangan, tak ada yang tak mungkin. Semua akan menjadi mungkin, menjadi mudah.
Maka pada tanggal 6 Januari, saat saya dan teman-teman sedang berkumpul, saya cerita kalau seharusnya hari itu saya sedang menikmati Pulau Weh dengan keindahan pantainya. Tapi perjalanan batal. Tiket hangus.
Salah satu teman saya tiba-tiba nyeletuk, “Tiket kamu nggak hangus!”
Saya hanya melongo tak percaya. “Kalaupun nggak hangus, pasti potongannya gede banget.” kata saya saat itu.
Teman saya menggeleng. “Cek deh. Sekarang maskapai nggak diperbolehkan menerbitkan tiket No refund atau No-reroute.”
“Tapi tiket saya bukan kelas fleksibel. Biasanya kan potongannya antara 75%, bahkan bisa 90% dari harga tiket.”
Teman saya bilang lagi, kalau sebelumnya dia pernah beli tiket ke Berau. Namun karena adanya kabut asap, teman saya cancel tiket tersebut dan memilih perjalanan darat. Setelah mencoba mengkonfirmasi ke maskapai, ternyata tiket tersebut tidak hangus, tetapi bisa diopen selama 6 bulan, dengan rute kemanapun, sesuai dengan harga tiket. Jadi selain kita bisa cancel perjalanan, kita juga bisa sekaligus ganti rute yang harganya sama dengan harga yang tertera pada tiket kita sebelumnya. Perlu diketahui, tiket yang teman saya beli adalah tiket promo, maskapai Garuda Indonesia.
Apakah hal ini berlaku pada maskapai lain?
Yups.
Berlaku untuk semua maskapai.
Kenapa?
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Maskapai penerbangan yang memberlakukan No-Refund dan No-Reroute pada tiket berarti melanggar Pasal 62 ayat 1 undang-undang tersebut. Pelanggaran atas aturan ini diancam dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal 2 milyar rupiah. Maka dari itu, sebagai pembaharuan atas Permenhub RI Nomor: PM 77 Tahun 2011, maka diterbitkan Permenhub RI Nomor : PM 89 Tahun 2015. Undang-undang baru ini menyatakan bahwa untuk pembatalan penerbangan kategori 6 (Pasal 3 huruf f), maka menurut Pasal 9 ayat (1) huruf f, “Badan usaha angkutan udara wajib mengalihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund tiket).”
Ini baru yang namanya adil. Selama ini, setiap kali terbang, terutama untuk jadwal yang seringkali tentatif saya terpaksa membeli tiket dengan harga tertinggi (flexible) sehingga saya bisa mudah mengganti rute atau kalaupun penerbangan batal, maka uang saya akan kembali penuh. Sedangkan jika memilih tiket promo, ya nasib. Pasti hangus ketika tidak digunakan, akibat keterlambatan atau hal mendesak lainnya. Padahal tiket flexible ini harganya beda tipis sama tiket kelas bisnis lho…atau sekitar 2 hingga tiga kali lipat harga tiket normal. Dengan adanya aturan baru ini, maka penumpang mendapatkan haknya berupa perlindungan pemerintah atas konsumen.
Berbekal informasi tersebut, Jumat 7 Januari 2015, jam 20.10, saya mencoba mengontak maskapai Garuda Indonesia. Nomor yang saya hubungi adalah 021-23519999, dengan memilih line khusus untuk anggota Garuda Frequent Flyer (GFF). Bukan anggota GFF juga bisa, tapi tekan line yang berbeda. Saya dilayani dengan ramah disini. Pertama saya menyebutkan nomor GFF saya, lalu menyatakan untuk mengubah reservasi tiket. Setelah itu, petugas menanyakan kode booking atau nomor tiket saya. Nggak ada kesulitan sama sekali dalam proses ini. Petugas menanyakan apakah saya sudah punya tanggal pasti keberangkatan atau mau open date. Saya langsung minta tiket saya di open date.
Berhubung saya melakukan pemesanan sejak 31 Mei 2015, maka waktu open datenya maksimal bulan Mei 2016. Karena saya menggunakan promo miles GFF, maka saya kena denda pemotongan GFF miles sebesar 10% dari total poin yang ada pada tiket. Petugas langsung ngecek jumlah GFF miles saya saat ini, dan miles saya mencukupi sehingga langsung dipotong. Terakhir, petugas mengkonfirmasi data diri pribadi saya, sesuai dengan apa yang tertera pada data GFF saya. Jika saya sudah memastikan tanggal keberangkatan, saya tinggal menukarkan tiket yang saya miliki saat ini ke Kantor Garuda Indonesia terdekat. Mudah sekali bukan?
Buat anda yang melakukan pembelian tiket dengan uang tunai atau kartu kredit, nggak ada denda atau pemotongan seperti saya. Anda bisa menukarkannya dengan tiket baik itu re-route atau open date. Cuma kalau ditukar uang, saya belum tahu kebijakannya seperti apa. Tanya langsung saja ke call center maskapai yang anda pilih. Setiap maskapai mempunyai kebijakan yang berbeda-beda. Untuk Garuda Indonesia, maskapai tersebut memperbolehkan open date tiket selama 6 bulan, juga re-route kemanapun (rute domestik/rute internasional) tergantung jenis tiket anda. Apakah anda melakukan penerbangan domestik atau internasional.
Tapi lagi-lagi, kemudahan ini juga berkat izin Allah SWT. Kemudahan yang Allah berikan untuk hamba-hambaNya yang hendak melihat BumiNya. Segala sesuatu yang direstui Allah, pasti dimudahkan jalannya. InsyaAllah, saya jadi ke Sabang tahun ini.
Kembali lagi ke hal yang pasti :
“Ketika Tuhan berkehendak, semesta pun merestui”
Add comment