Semanis Madu Dari Desa Loli, Timor Tengah Selatan
Desa Loli yang hendak saya bahas bukanlah desa Loli di Sumba Barat, NTB. Desa Loli yang saya maksud terletak di Kecamatan Polen, Kabupeten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berjarak kurang lebih 176 km dari Kota Kupang, Ibukota NTT. Desa ini bakal kita temukan jika kita menempuh jalur darat dari Kupang menuju Kefamenanu, Timor Tengah Utara.
Siang itu, kurang lebih 30 menit sebelum memasuki Kefamenanu, saya menepi di desa ini. Desa yang biasa, yang mungkin akan terlewatkan begitu saja jika kita tak jeli, atau tak diantar oleh orang setempat. Tak banyak orang luar daerah yang tahu kalau sejatinya, Desa Loli di TTS, kependekan dari Timor Tengah Selatan adalah penghasil madu hutan asli Nusa Tenggara Timur.
Baca juga: Sasando, Dawai Cinta dari Nusa Bunga
Penduduk di desa ini masih tergolong prasejahtera. Mata pencaharian utama mereka adalah mencari madu di hutan-hutan, juga mengumpulkan asam jawa. Sebagian besar rumah disini masih rumah non permanen, yang terbuat dari kayu atau rumah khas mereka yang disebut Lopo. Lopo ini berbentuk Bulat dengan atap jerami kering, dan tiang serta dinding dari kayu. Biasanya Lopo di daerah Timor Tengah Selatan terdiri atas dua lantai. Lantai dasar digunakan untuk berkumpulnya seluruh anggota keluarga. Sedangkan lotengnya digunakan untuk menyimpan hasil kebun, atau dengan kata lain digunakan untuk lumbung mereka. Pola hidup mereka juga tidak berkumpul seperti halnya rumah-rumah yang kita temukan di Kupang. Letak rumah penduduknya tersebar serta jaraknya berjauhan antara rumah yang satu dengan rumah yang lain.
Baca juga: Sei Ikan Saus Tiram Khas NTT
Anyway, kembali ke Desa Loli. Kami menepi karena Pak Tigor yang mengantar kami menunjukkan kalau kita bisa membeli madu asli dari desa Loli ini. Semula saya kira jajaran botol air mineral yang berjajar di rak pinggir jalan adalah bensin, premium, atau solar eceran yang dijual warga. Ternyata itu adalah madu murni. Kemasannya memang jauh dari kata menarik. Hanya bermodalkan bekas botol air mineral berukuran 600ml dan 360ml. Madu yang dijual di desa Loli tergolong murah jika dibandingkan dengan di tempat lain. Harganya Rp75ribu rupiah untuk ukuran 600ml, dan Rp 50ribu rupiah untuk ukuran 360ml. Adapun jenis-jenis madunya antara lain madu dari buah kelengkeng, bunga-bungaan, dan lain sebagainya. Ketersediaan madu juga tak menentu. Tergantung musim. Rasa madu juga tergantung dengan bunga apa yang dihisap oleh lebah.
Penjual madu di Desa Loli bercerita pada kami kalau dia pernah diklaim oleh Badan POM dan dituduh menjual madu yang palsu, karena tak berizin. Kemasannya juga masih jauh dari kata layak. Benar-benar apa adanya. Namun Ia berkata, “Saya berani jamin dengan nyawa saya, kalau madu yang saya jual ini asli dari hutan.” Demikian tuturnya. Khas orang NTT yang bertutur kata lembut, juga selalu tersenyum manis pada siapapun yang ditemuinya.
Saya tak heran jika Badan POM mengklaim mereka. Di satu sisi, Badan POM sebagai kepanjangan tangan pemerintah berkewajiban menjamin keamanan obat dan makanan untuk para konsumen. Semua harus higienis, juga terdaftar di izin mereka. Namun di sisi lain, untuk mendapatkan izin produksi dari Badan POM bukanlah hal yang mudah. Butuh proses panjang, juga uang yang tak sedikit. Selain itu, birokrasi untuk mendapatkan izin ini tentunya tak mudah dipahami oleh orang desa Loli, yang notabene tinggal di daerah terpencil. Jauh dari teknologi, juga keramaian kota. Jangankan teknologi, membaca aksara saja mereka cukup kesulitan. Berbahasa Indonesia pun masih terpatah-patah.
Baca juga: Resep Masak Sei Sapi Khas Kupang
Opini saya:
Masalah ini adalah Pekerjaan Rumah buat Badan POM. Kalau Kemenristekdikti saja bisa memberikan beasiswa hingga ke daerah-daerah terpencil, lantas kenapa Badan POM tak bisa memberikan perizinan gratis buat Orang Desa Loli? Kan baik orang berpendidikan dan terpelajar maupun orang Desa Loli punya hak yang sama? Hak sebagai warganegara Republik Indonesia. Jumlah mereka pun tak banyak. Selain perizinan, Badan POM kan juga bisa memberikan penyuluhan dan bantuan untuk kemasan yang baik. Caranya? Saya rasa mereka jauh lebih tahu dan mengerti. Karena saya lihat para pelaku UKM di Kota Bandung saja bisa mendapatkan Paten Merek Gratis, Kemasan Gratis, kenapa warga NTT tidak?
Tanya. Kenapa.
Add comment