APAKAH HOMOSEKSUAL BAWAAN LAHIR?
SEBUAH REVIEW DARI SISI PSIKOBIOLOGI ORIENTASI SEKSUAL MANUSIA
Tung!
Tung!
Tung!
Hari masih pagi, saya juga baru selesai shalat shubuh, handphone saya sudah berbunyi. Itu notifikasi dari pesan Whassapp. Saat saya buka, ternyata dari seorang rekan traveling. Ada tiga pesan masuk, dan ketiganya berbentuk foto.
Screenshoot tepatnya.
Saya mengernyitkan kening, kenapa orang ini mengirimkan foto pagi-pagi?
Namun tak urung, saya buka juga foto itu yang ternyata adalah screenshoot percakapan. Kurang lebih bunyinya begini:
“Bang, bisa BO?”
“Eh, jalan bareng yuk.”
“Lo single?”
Saya kembali mengernyitkan kening lebih dalam. Apa ini? Akhirnya saya pun membalas pesan rekan saya itu, “Ini apa ya? Nggak ngerti.”
Rekan saya membalas, “Itu, tiba-tiba ada yang nge-WA gua terus mau ngebooking.”
“Booking apaan? Memangnya mau trip kemana? Lo belum booking hotel?”
“Yee…lo lugu banget. Ituu…maksudnya booking gua.”
“Lha…lo kan laki? Terus itu juga yang ngirim pesan WA kan laki juga?”
“Iya.”
“Haaaahh???”
Akhirnya, pagi itu diisi dengan celotehan drama dari rekan saya tersebut. Bahwa para homoseksual biasanya berkumpul di tempat-tempat tertentu seperti bar. Mereka main kalem, berkelompok, metroseksual (suka berdandan) dan gemar membentuk badannya agar atletis, khususnya di tempat fitness. Bentuk badan yang atletis ini memang sengaja untuk menarik perhatian sejenisnya.
Kaum homoseksual tak hanya menyukai laki-laki dengan orientasi seksual yang sama, tetapi juga lelaki dengan orientasi normal. Seperti rekan saya tersebut, yang normal, tapi didekati oleh pelaku LGBT.
Lalu, drama pun berlanjut sampai saya datang ke kantor. Seperti biasa, waktu pagi diisi dengan diskusi keilmuan. Tentang issue finansial, rencana bisnis, dan lainnya dengan para pengajar. Biasa lah ya, kalau di dunia pendidikan ya obrolannya gitu. Sampai akhirnya seorang kolega saya, yang menjabat sebagai ketua program studi datang dan mengajak kami berpikir.
Soal hal lain.
Tentang LGBT yang merambah ke kampus.
Ya, ini serius terjadi. LGBT tak hanya ada di lingkungan pekerjaan yang glamor seperti dunia hiburan, keartisan, bank, perusahaan minyak, perkapalan, dan sejenisnya, tetapi virusnya sudah menjalar ke dunia pendidikan. Saya tak menjelekkan dunia pendidikan, tentunya. Karena saya juga berkutat dan bekerja di dunia ini selama bertahun-tahun. Tapi kini, kita tak bisa tutup mata soal LGBT. Tak bisa bersikap acuh tak acuh, tak bisa pula tak peduli. Bagaimana nanti masa depan bangsa jika kaum terdidik malah gamang dalam menentukan afeksinya?
Maka, untuk lebih jelasnya, saya pun mencoba merangkum hasil bacaan saya dari jurnal ilmiah dan buku yang membahas tentang homoseksual.
Definisi LGBT
Kepanjangan dari LGBT berarti Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Tapi pada tulisan kali ini, saya akan lebih memfokuskan pada pembahasan Gay, atau homoseksual. Karena memang hal itu yang terpampang nyata di depan saya saat ini.
Seorang gay disebut homoseksual karena ia adalah laki-laki, yang pasangan erotis, cinta, atau afeksinya juga laki-laki. Maaf kalau sebelumnya saya menggunakan istilah yang mungkin agak vulgar, tapi anggaplah ini sebagai bagian dari science, atau ilmu pengetahuan yang memang harus kita miliki agar kita bisa tahu cara mengantisipasinya nanti.
Kembali lagi pada bahasan tentang homoseksual. Homoseksual dapat diartikan sebagai seseorang yang cenderung mengutamakan orang yang sejenis kelaminnya sebagai mitra seksual. Homoseksualitas merupakan kesenangan yang terus-menerus terjadi dengan pengalaman erotis yang melibatkan kawan sesama lelaki, yang dapat atau mungkin saja tidak dapat dilakukan dengan orang lain. Dengan kata lain, homoseksualitas adalah perbuatan yang disengaja untuk memuaskan hasrat diri dan terlibat dalam fantasi maupun perilaku seksual dengan sesama jenis (dalam hal ini sesama laki-laki).
Identitas Seksual Vs Orientasi Seksual
Menurut Dacholfany & Khoirurrijal (2016), informasi bahwa homoseksual dan heteroseksual digunakan merujuk pada orientasi seksual seseorang. Orientasi seksual menunjuk pada jenis kelamin pasangan erotis, cinta, ataupun afeksi yang dipilih. Yang perlu diperhatikan adalah, orientasi seksual ini terbentuk pada saat seseorang memasuki usia remaja, yaitu saat dimana hormon-hormon seksual berkembang. Sebelum masa tersebut, ketertarikan kepada orang lain masih belum dapat dianggap sebagai ketertarikan seksual. Jadi semisal, ada anak balita senang bermain dengan teman sejenisnya, itu belum dapat dianggap ketertarikan seksual.
Identitas Seksual
Selanjutnya, identitas seksual berarti bagaimana seseorang memandang dirinya, baik sebagai laki-laki maupun sebagai perempuan. Identitas seksual mengacu pada hasil pembagian jenis kelamin secara kromosomal, kromatinal (genetis), gonadal, hormonal, dan somatis (fenotipis, bioptis). Sehingga dengan kata lain, identitas seksual mengacu pada kejantanan (maleness) atau kebetinaan (femaleness) dari segi ragawi (bentuk tubuh), khususnya alat kelamin luar.
Orientasi Seksual
Berbeda dengan identitas seksual yang dibawa seseorang sejak lahir, Orientasi seksual tidak demikian adanya. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Wilson, Glenn and Rahman, Qazi (2005), yang menemukan fakta bahwa orientasi seks bukanlah bawaan seseorang sejak lahir. Melainkan masalah psychobiology. Dalam penelitian tersebut diungkapkan bahwa kecenderungan menyukai sesama jenis adalah adanya perbedaan neurohormonal pada otak.
Saya garis bawahi disini,
Kecenderungan menyukai sejenis adalah perbedaan pandangan manusia itu sendiri.
Bukan pemberian Tuhan.
Berdasarkan penelitian tersebut, yang sejalan dengan apa yang tertera pada kitab suci, maka saya sendiri pun mempercayainya. Bahwa LGBT bukanlah bawaan lahir, melainkan adanya perbedaan neurohormonal pada otak.
Neurohormon adalah setiap hormon yang diproduksi dan dirilis oleh neuron bukan dari sistem endokrin. Contohnya termasuk oksitosin, melatonin dan vasopresin. Neurohormon dirilis oleh impuls saraf dan merupakan hubungan antara rangsangan sensorik dan respon kimia (Kamus kesehatan).
Perbedaan pada otak ini tak tumbuh begitu saja. Pasti ada pemicunya. Baik dilakukan secara sengaja, maupun tidak disengaja. Bisa jadi dari lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, atau bahkan lingkungan saat yang bersangkutan belajar. Seperti di sekolah maupun di kampus. Nonton video porno, adalah salah satunya. Secara singkat mungkin dapat dilihat dari gambar berikut ini.
Oleh karena itu, jika ada individu yang orientasi seksnya cenderung ke sesama jenis, maka ia harus menyadari kalau dirinya sakit secara mental, sehingga butuh pertolongan. Butuh pengobatan. Bukan dukungan untuk dikuatkan bahwa Ia tak salah, bahwa cinta adalah anugerah Tuhan, sehingga rasa cinta terhadap sesama jenis adalah hal yang wajar.
Because love and sexual orientation is a different matter.
Dampak Kesehatan Pelaku LGBT
Penelitian menyebutkan bahwa LGBT menyebabkan berbagai dampak, yang semuanya negatif. Berdasarkan studi yang diungkapkan oleh Fields, 78% pelaku homoseksual terinfeksi penyakit kelamin menular. AIDS adalah risiko utama yang disebabkan oleh aktivitas seksual dari homoseksual. Rata-rata usia kaum gay adalah 42 tahun. Jika kaum gay yang terkena AIDS diikutkan dalam perhitungan ini, maka rata-rata usia homoseksual menjadi 39 tahun. Padahal pada laki-laki dengan orientasi seks heteroseksual (menyukai wanita) rata-rata usianya adalah 75 tahun.
Dampak kesehatan lainnya adalah terserang virus Hepatitis A dan Hepatitis B. Penyakit yang menggerogoti liver, yang salah satu penyebabnya adalah infeksi dari hubungan seksual antar pria homoseksual (Corey & Holmes, 2015). Penyakit-penyakit mematikan ini tak hanya mengintai para pelaku homoseksual, tetapi adalah konsekuensi logis yang didapatkan dari hubungan seksual yang tak wajar seperti oral, anal, festing, fecal, urine, sadomasocism, dan hubungan dengan pria asing/tak dikenal (Fields).
Antisipasi dalam Masyarakat
Setelah membaca apa itu LGBT serta dampak negatifnya, kita sebaiknya tak dirundung ketakutan. Karena ketakutan saja tak akan menyelesaikan masalah. Kita tak pernah tahu seberapa dekat LGBT dengan lingkungan kita. Oleh karenanya, alangkah baiknya bentengi diri dengan agama. Agama memang belum familiar dalam persepsi pengobatan LGBT di dunia barat. Namun islam jelas mengajarkan bagaimana melawan hawa nafsu.
Kemudian jika kita punya anak, maka bekali anak kita dengan pengetahuan seks sejak dini. Berikut mungkin bisa jadi masukan yang bagus dalam memberikan pendidikan seks pada anak.
Dukungan moriil untuk Pelaku LGBT
Saudara dan saudariku sekalian, kita harus menyadari akan satu hal. Pelaku LGBT juga manusia. Sehingga mereka juga punya hak kemanusiaan sebagaimana manusia normal lainnya. Oleh karena itu, orang-orang ini perlu dukungan kita. Perlu juga sarana dan wadah untuk menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari, hingga akhirnya mereka sadar akan kekeliruannya. Bukan malah dikucilkan dan dianggap tidak ada. Ini hanya akan memperburuk keadaan.
Wallahualam bisshawab.
Semoga informasi ini bermanfaat.
#PostinganTematik #BloggerMuslimah
Postingan ini diikutkan dalam postingan tematik Blogger Muslimah Indonesia
Referensi:
Corey, Lawrence & Holmes, King K. 1980. “Sexual Transmission of Hepatitis A in Homosexual Men: Incidence and Mechanism”. The Ney England Journal of Medicine. Vol. 302 No. 8.
Fields, E. “Is Homosexual Activity Normal?” Marietta, GA.
Azmi, Khilman Rofi. Enam Kontinum dalam Konseling Transgender Sebagai Alternatif Solusi Untuk Konseli LGBT, Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling Vol. 1 Nom. 1 Juni 2015, hal. 52-55
Rahman, Qazi & Wilson, Glenn D (2003). Born Gay? The Psychobiology of Human Sexual Orientation. Personality and Individual Differences, Vol 34, Halaman 1337-1382
DACHOLFANY, M Ihsan. DAMPAK LGBT DAN ANTISIPASINYA DI MASYARAKAT. Nizham Journal of Islamic Studies.
Kita diberi akal pikiran. Gunanya untuk berpikir. Termasuk berpikir terhadap kelainan yg menimpa pada diri. Mencari tahu solusinya. Bukan malah masa bodoh. Karena LGBT itu penyakit.
Betul mbak. Justru yang menyebutkan bahwa LGBT itu genetik adalah dari seorang ilmuwan, yang belakangan diketahui bahwa dia gay. Padahal pendapat dan teori LGBT berasal dari genetik manusia sejak lahir tidak terbukti secara ilmiah.
Yup setuju. Tidak ada gen LGBT. Semua itu adalah efek pengalaman psikis. Yang artinya bisa dibenahi walau memang butuh usaha keras ya
Nah itu, perlu usaha keras dan dukungan untuk sembuh ya mbak.
Yup, saya setuju bahwa sekarang lgbt sudah merambah ke berbagai lini, termasuk kampus. Anak teman saya yang mahasiswa baru pernah ditawari masuk komunitas mereka saat masa orientasi kampus. 🙁
Waa…baru masuk udah ditawarin masuk komunitas LGBT. Serem ternyata ya mbak
Setuju… LGBT sakit mental, jadi obatnya adalah perasaan, mental dan jiwanya
Iya ri, itu kan semacam gangguan psikis ya. Sama kayak orang kena Skizophrenia, bahaya. Dari luar nggak kelihatan
Benar banget mbak, skrg para penyimpang terang terangan unjuk diri dengan dalih ham. Terutama setelah disahakannya uid perihal ini. Saat ini kita hidup di masa kesalahan yg dilakukan berulang ulang akhirnua di benarkan
Nah itu. Dalil HAM yang dibikin sendiri ya mbak. Padahal kan aslinya sakit itu. Perlu diobati.
Dan mereka bilang homoseksual itu kelainan bawaan seperti halnya hydrocepalus ataupun ptyrodactyl. Begitu yang mereka gembar-gemborkan di luar negeri yang kemudian dicopas bangsa kita sendiri
Iya dicopas sama bangsa sendiri, dengan dalil ikut tren. Naudzubillah
Bahasan Mbak lengkap sekali, begitu juga referensinya. Terima kasih telah berbagi.
LGBT sudah ke mana-mana ya Mbak sekarang, tugas kita untuk saling mengingatkan dan menjaga.
Terima kasih sudah berkunjung Mbak Nurin, semoga kita dan keluarga dijauhkan dari perilaku menyimpang ini.
Nah seharusnya para pelaku LGBT harus menyadari bahwa mereka itu sebenarnya lagi sakit dan butuh disembuhkan. Sedihnya mereka dengan bangga menyatakan kalau itu adalah pemberian Tuhan 🙁
Itu karena ada seorang psikolog sekaligus akademisi yang declare bahwa LGBT ini genetik mbak. Padahal teorinya nggak terbukti. Belakangan baru diketahui kalau pencetus teori tersebut adalah pelaku homoseksual juga.
Sedih memang banyak kejadian LGBt merambah sampai dunia pendidikan itu T_T
Dan memang benar ini adalah penyakit yg hrs diterapi. Mental, perasaan, dan kesadarannya
Dan sepertinya, dunia medis harus mulai memasukkan agama sebagai salah satu cara penyembuhan LGBT ya mbak.
saya sangat stuju dengan statement terkhir memang lgbt itu penyakit, tapi kita tetap harus memanusiakan orangnya dengan cara membantunya berubah bukan sekedar mengatai penyakitnya
Iya mbak. Karena untuk sembuh, orang-orang ini perlu support dari kita. Bukan malah dikucilkan.
Kalau para pelaku LGBT mengklaim bahwa perilaku mereka karena taqdir Tuhan berarti itu hanya pembenaran atas perilaku mereka agar masyarakat tidak menghujatnya. Apalagi menganggap mereka pendosa.
Setuju mbak. Karena Tuhan selalu menakdirkan yang sesuai dengan fitrah manusia.
bener banget, sebenernya pendidikan s*ks emang harus udah ada dari kecil biar ga salah artian. tapi di Indonesia sendiri kayaknya masih tabu banget buat bahas yang kayak gini. padahal kan yang namanya s*ks engga selalu berhubungan ke arah yang seperti itu.
Nah itu mbak…di negara kita ini nanggung kalau mau ngasih informasi. Sebenarnya pendidikan seks kan informasi penting. Tapi orang dewasa saja masih suka merasa tabu ya.
dalih HAM dan takdir itu memang cuma pembenaran untuk mereka, padahal aslinya sakit, ibarat orang gila nggak ada yang mau mengaku gila.
Nah itu mbak Wida, orang gila aja nggak ada yang ngaku gila. Karena mereka sendiri nggak sadar dengan apa yang dilakukan. Sehingga butuh pertolongan.
Sayangnya, mereka bisa bersembunyi dibalik ketiak HAM 🙁
miris dengan mereka yang tetap berpendapat bahwa itu adalah anugerah Tuhan 🙁
Iya Mbak Arina, Kalau yang sudah sakit ini kan gamang biasanya. Mau berobat bingung, parahnya, kalau ketemu yang sesama. Bukannya ditolong, malah makin terjerumus karena katanya HAM.
Seperti semasa zaman Nabi Luth dulu ya ini LGBT
Betul, dari dulu sudah ada ini kaum begini. Makanya Allah membalikkan dunia mereka.
ngeri yah ternyata. dan emang harus kudu hati-hati. save the children