Kalau Solo punya Kampung Batik Laweyan dan Kauman, Jogja punya Kampung Batik Giriloyo, maka Lasem punya Kampung Batik Karangturi. Tak kalah tua dari kampung batik di Solo dan Yogyakarta, Kampung Batik Desa Karangturi Lasem sudah ada semenjak tahun 1860 an. Mulai abad ke-18 itulah warga keturunan Tionghoa yang berada di Lasem memproduksi batik khas Pecinan.
Rangkuman Perjalanan Dua Hari di Lasem
- Bernostalgia dengan perabot kuno di Waroeng Lasem
- Belanja batik Tiga Negeri di Oemah Batik Lasem
- Menyusuri jajaran rumah tua di Kampoeng Heritage Desa Karangturi Lasem
- Mengenal Warung Kesengsem Lasem, pusat nongkrong anak muda Lasem yang hits
- Sejenak menyapa Opa Lo, Pemilik Rumah Opa Oma Lasem
- Mengulik Arsitektur Kelenteng Cu An Kiong Lasem, Klenteng Pertama di Pulau Jawa
- Mengenal Kong Co The Three Musketeers of Lasem di Kelenteng Gie Yong Bio
- Bertamu ke Rumah Tegel Lasem
- Menikmati Tenggelamnya Sang Surya di Pantai Watu Layar, Lasem
- Itinerary Wisata Lasem, Dua Hari nggak sampai sejuta!
- Homestay Rumah Merah, Penginapan Tiongkok Kecil Heritage Lasem yang memanjakan mata
- Menginap di Wisma Pamilie, Rumah Oei Lasem
Lorong Waktu yang Nyaris Lekang Dimakan Zaman
Puluhan rumah berarsitektur Tionghoa berdinding kokoh dan tinggi berjajar di depan mata. Meskipun beberapa diantaranya sudah banyak dinding yang pecah dan catnya mengelupas, tapi kita tetap bisa melihat kekokohan bangunannya.
Di Kampung ini, kita memang tak bisa melihat bentuk fasad rumah karena terhalang dinding yang tinggi. Namun keunikan pintu dari kayu berukir, dengan warna yang berbeda antara rumah yang satu dengan lainnya sungguh memanjakan mata. Membuat siapapun yang melihatnya, merasa harus mengabadikannya dalam gambar digital untuk bisa dibawa pulang, atau dibagi ke kalian pembaca setia Rumah Arum.
baca juga: Belanja Batik Tiga Negeri di Oemah Batik Lasem
Menurut pemandu wisata kami dari Vakansinesia, rumah yang ada di Desa Karangturi Lasem ini dulunya adalah rumah para saudagar batik. Tak hanya dijadikan rumah tinggal semata, tetapi juga sekaligus berfungsi sebagai workshop dan pabrik batik mereka. Tak heran jika pagar dan dinding mereka tinggi, karena dinding yang tinggi adalah simbol kekayaan di masa lampau. Simbol status sang pemilik rumah.
Baca juga: Serunya Menginap di Homestay Rumah Merah Lasem
Rumah Tertua di Desa Karangturi Lasem Berumur 3 Abad
Buat kalian yang memiliki ketertarikan tinggi dengan arsitektur bangunan kuno seperti saya, Kampung Karangturi seperti surga rasanya. Berjuta keunikan dan sejarah terukir di tempat ini. Tempatnya bersih dan terawat, damai, seolah membawa kita kembali ke masa Lampau, dimana kampung ini masih berjaya.
baca juga: Menyesap Kopi Lelet di Waroeng Rumah Merah Heritage Lasem
Sejarah mencatat, rumah tua di Karangturi sudah mulai dibangun sejak tahun 1700an. Sudah lebih dari 3 abad lamanya. Tak heran mengapa kampung ini begitu memesona dipandang mata. Saya bersyukur sekali masih bisa menikmati arsitektur bangunan tua ini, meskipun hanya selintas.
Bertandang Sejenak ke Pondok Pesantren Kauman, Desa Karangturi Lasem
Satu hal yang unik adalah, di tengah Kampung Pecinan dan Komunitas Tionghoa ini berdiri Pondok Pesantren Kauman. Sebelum jadi pesantren, dahulu tempat ini adalah Rumah seorang Tionghoa. Rumah bergaya arsitektur Tiongkok ini kemudian dibeli oleh KH.M.Za’im Ahmad Ma’shoem, seorang pemuka agama sekaligus pendiri Pondok Pesantren Kauman.
baca juga: Itinerary wisata Lasem, 2 hari nggak sampai sejuta!
Saat saya ke tempat ini, saya melihat beberapa santri sedang membaca Al-Quran di Masjid Pesantren. Halamannya luas dan asri, memberikan kesan dan suasana yang bersahabat bagi siapapun yang mengunjungi Ponpes ini.
Salah satu keturunan pemiliknya, yang kini juga bertindak sebagai pengasuh pondok, menyambut kami dengan ramah. Beliau mempersilakan kami duduk di beranda, lalu menyuguhkan aneka kudapan khas Rembang. Rasa sungkan awalnya saya rasakan, karena kami hanya lewat, tapi disuguhi layaknya tamu. Namun selanjutnya, saya mengerti bahwa inilah contoh seorang muslim memuliakan tamunya.
Poskamling Desa Karangturi Lasem, Bukti Akulturasi Islam Modern dan Budaya Tionghoa
Poskamling ini adalah bangunan bergaya Tionghoa berwarna merah menyala. Sangat unik untuk ukuran sebuah bangunan Poskamling. Bangunan ini merupakan gerbang masuk Pondok Pesantren Kauman, Lasem.
Dahulu, Poskamling ini sering dijadikan tempat nongkrong pemuda Lasem yang nakal. Namun seiring waktu, para pemuda tersebut justru ikut terbawa suasana Pesantren yang damai, sehingga sekarang mereka bisa membaur ke masyarakat dan berbuat baik. Saya yakin, dengan pendekatan dan toleransi yang tinggi, maka Ponpes bisa berdampingan dengan Pecinan. Menjadikan Indonesia lebih berwarna.
Adanya Poskamling ini juga menandai akulturasi budaya tionghoa dengan islam modern. Keduanya saling beradaptasi dengan caranya, hingga akhirnya dapat menciptakan harmonisasi dan menambah kekayaan budaya Indonesia.
Add comment