Sudah 2 tahun lamanya, saya menunggu untuk mencicipi menu di Warung Rawon Brintik Malang. Terakhir ke Malang adalah pada saat saya mau naik ke Semeru di November 2019. Setelah itu, pandemi Covid-19 melanda Indonesia, dan saya nggak bisa kemana-mana.
Penantian 2 tahun yang akhirnya terjawab
Ya, dua tahun lalu saya mencari Rawon Brintik hingga muter-muter Kota Malang. Pak Gojek jadi saksi saya muter-muter Malang, karena lokasi yang di tag di Google maps kurang jelas saat itu. Sayang, ketika sudah sampai di depan Rawon Brintik, warung legendaris tersebut tutup. Sedih sekali rasanya. Rasa penasaran terpaksa harus di kikis.
Makanya, ketika sudah bisa ke Malang lagi, saya yang kebetulan mau ke Bromo tapi nggak jadi, merasa “wajib” datang ke Rawon Brintik!
Ternyata kali ini, semesta merestui. Tanpa sengaja, saya memilih hotel yang letaknya tepat di depan warung Rawon Brintik. Hotel Margosuko, atau kalau pesan via aplikasi Reddoorz, Namanya Reddoorz near Kampung Warna-warni.
baca juga: Mengenal Stasiun Wlingi, Kabupaten Blitar
Interior Jadul Menyambut dengan ramah
Saat itu saya Bersama Rasyid, teman saya. Dia pecinta yang jadul juga. Saat saya ajak “Nyebrang” ke Rawon Brintik, dia langsung mau. Warungnya kecil. Mungkin akan terlewatkan oleh kalian jika melaju dengan kecepatan normal di Jl. Ahmad Dahlan. Paling gampang, patokannya adalah Hotel Margosuko Malang. Tepat di seberang hotel tersebut, Warung Rawon legendaris ini berdiri. Atau kalau mau alamat jelasnya, Rawon Brintik bertempat di Jl. KH. Ahmad Dahlan No. 29, Sukoharjo, Kec. Klojen, Kota Malang.
baca juga: Museum Malang Tempoe Doeloe, Vintage Banget!
Interior jadul menyambut kami saat memasuki warung Rawon Brintik ini. Seorang Bapak dan Ibu menyambut kami ramah. Seolah kami memasuki rumah sendiri.
Kami duduk, lalu diberikan menu. Saya dan Rasyid senyum-senyum sendiri. Inilah interior yang kami suka! Interior jadul dan apa adanya, yang membawa kita ke masa lalu. Mungkin kami berdua adalah kategori millennials yang salah lahir, karena segitu cintanya dengan yang oldies.
Baca juga: Kuliner Jadul Malang: Depot Hoklay
Karena buat saya, untuk makan di café yang fancy dan mewah, dengan interior modern itu gampang luar biasa. Anak gaul Bandung kayak saya tinggal ngesot dikit udah dapet deh tuh tempat cakep nan instagramable ala Gen Z. Tapi untuk dapat yang legend, sulit mas broo!!!
Baca juga: Bakso Malang Presiden, Sensasi Makan di Pinggir Jalan Kereta
Warung Rawon Brintik Malang masih menggunakan resep yang sama dengan 75 tahun lalu
Pak Arif, generasi ketiga dari pemilik Rawon Brintik, memperkenalkan bahwa Ibunya, masih masak untuk warung ini. Kebetulan, hari itu Sang Ibu berada di warung karena Istri Pak Arif sedang sakit. Biasanya istri beliau yang mengurus warung.
Pak Arif menjelaskan, warung ini buka sejak jam 05.00 pagi hingga jam 4 sore. Buka setiap hari, tidak ada liburnya. Mungkin saat saya kesini 2 tahun lalu, saya yang sedang tidak beruntung.
Saya dan Rasyid memesan nasi rawon, segelas kopi hitam, dan dua telur asin. Tidak berapa lama, pesanan kami selesai dibuat. Disajikan ketika masih panas.
Sambil makan, saya dan Rasyid saling ngobrol dengan Pak Arif dan Ibundanya, yang masih Nampak sehat di usianya yang tak lagi muda. Menurut Ibu, warung Rawon ini sudah berdiri sejak 75 tahun lalu. Hanya selisih satu tahun dari tahun kelahiran beliau. Itu berarti, Rawon Brintik sudah berdiri sejak 1946?
Tahu nggak sih, saya tuh inginnya sungkem kepada business owner yang mempertahankan bisnisnya hingga puluhan tahun. Saya ingin berterima kasih, karena generasi saya masih diberikan kesempatan untuk mencicipi kuliner legendaris ini. Karena saya juga punya bisnis, sehingga saya mengerti betul bagaimana sulitnya menjalankan bisnis. Menjaganya hingga bertahan sedemikian lama. Pastinya banyak aral melintang yang harus dilalui.
baca juga: List Tempat Makan Enak di Malang
Review Rasa Rawon Brintik Malang
Rasa Rawonnya enak. Bumbunya meresap hingga ke dalam daging. Telur asinnya juga enak. Menurut ibu, resepnya masih dipertahankan seperti aslinya, sejak warung Rawon Brintik ini berdiri. Luar biasa, bukan?
Pemilihan kluwek menjadi kunci dari rasa Rawon di tempat ini. Hanya kluwek yang berkualitas bagus, yang akan menghasilkan rasa rawon yang enak. Kalau saya sih paling suka rasa nasi bercampur sambal dan kecambahnya. Khas banget Rawon Jawa Timuran.
Harga untuk dua porsi nasi Rawon, dua telur asin, dan satu cangkir kopi hitam Rp70ribu saja. Sangat terjangkau menurut saya, karena ini kan menu daging. Belum lagi masaknya susah dan menghabiskan banyak waktu (saya selalu prefer beli Rawon daripada masak sendiri).
Satu yang mungkin tidak didapat dari Rawon di tempat lain yaitu, “Rasa Pulang”
Ya, saya berasa pulang ke rumah. Disambut masakan ibu yang sudah akrab di lidah. Karena bagaimanapun dan sejauh apapun saya terbang, saya tetaplah orang Jawa, yang punya lidah Jawa. Buat saya, rasa rawon jauh lebih nikmat jika dibandingkan rasa daging bakar.
Baca: Steak.
Add comment