Halo penghuni Rumah Arum, apa kabar? Di postingan kali ini saya mau cerita tentang pendakian yang lalu ke Gunung Api Purba Nglanggeran. Buat kalian yang sering ke Jogja mungkin nggak asing dengan Gunung ini. Letaknya di Nglanggeran Wetan, Kec. Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
Rute Menuju Gunung Api Purba Nglanggeran
Masuknya lewat jalur masuk Candi Ratu Boko, lalu lanjut ke arah Tebing Breksi. Namun sebelum sampai ke Tebing Breksi, Mas Heri, kawan yang mengantar saya dan Mbak Mei, mencoba jalur baru yang lebih bersahabat. Tanjakannya tidak setajam di jalur Candi Ijo.
Agak memutar memang jalurnya, namun cukup aman dilalui oleh mobil. Jalannya aspal halus, cukup lebar, dan pemandangannya indah. Kalian bisa ikuti google maps saja ya. Dinamakan jalur baru karena menurut warga setempat, jalur tersebut baru selesai diaspal dan sedang menunggu peresmian.
Yeay! Udah nyobain duluan deh.
Berkenalan dengan Gunung Api Purba Nglanggeran
Ketika saya, Mbak Mei, dan Mas Heri sampai di pintu masuk Gunung Api Purba Nglanggeran, disaat yang sama pengibaran bendera merah putih sedang berlangsung di Istana negara Jakarta. So, kami diam sejenak terlebih dulu, sambil menonton televisi yang disediakan di salah satu gazebo Desa Wisata Nglanggeran.
Di pintu masuk ini, kami membayar Rp15.000/orang dan parkir mobil Rp5000/mobil. Tidak dibatasi waktu berkunjungnya. Bayar segitu sudah bebas pokoknya.
Disini terdapat fasilitas gazebo dan toilet yang bersih. Musholla juga tersedia. Bikin nyaman pengunjung deh pokoknya.
Menurut informasi yang saya terima, ketinggian Gunung Api Purba Nglanggeran adalah 700mdpl. Jauh lebih pendek dari Gunung Andong yang kami daki sehari sebelumnya. Konon katanya bisa ditempuh dalam waktu 50-60 menit saja. Tapi…
Lanjut bacanya ya…
baca juga:
Lorong Sumpitan yang sempit dan eksotis
Setelah masuk ke area Gunung Purbo, kita akan disuguhi jalan sempit yang hanya bisa dilalui satu orang. Lorong Sumpitan. Sebuah lorong yang diapit bebatuan purba nan gagah menjulang dan tajam.
Kalian yang lewat lorong ini hati-hati saja, apalagi kalau pengunjung sedang ramai. Sangat tidak direkomendasikan buat kalian yang punya claustrophobia, atau yang nggak sanggup berdesakan di tempat sempit.
Namun buat kita yang nggak masalah dengan hal tersebut, sensasinya asik banget. Kayak masuk ke film the Flintstones. Kartun komedi yang menceritakan kehidupan sebuah keluarga di jaman batu. Gen Z cek aja deh ya apa itu the Flintstones. Yabba Dabba Doo!!!
baca juga:
Jangan Menilai Gunung dari Ketinggiannya
Serius deh, waktu mendaki Gunung Semeru dan Gunung Andong, rasanya saya nggak secapek ini. Di Gunung Purbo, kita seperti diajak manjat tebing. Rutenya pedes buat betis. Untung saya bawa trekking pole. Membantu banget untuk mengurangi risiko jompo pada lutut kita. Segini tuh saya nggak bawa beban apa-apa loh.
Tadinya saya pengen camping di areal Gunung Purbo, tapi setelah melihat medannya, terima kasih. Campers ceria macam saya nggak cocok disini. Cukup untuk hiking dan menikmati suasana saja.
Istirahat di Pos Entah Ke Berapa
Baru kali ini saya mendaki sampai kehabisan bekal air. Cuaca siang itu cerah dan panas, juga medan yang terjal membuat kami selalu kehausan. Untung saja di kesunyian hutan, ternyata ada seorang ibu yang sedang menunggui warungnya seraya menatap pemandangan di bawah sana. Ibu ini warga desa Nglanggeran.
Enak tempatnya, banyak juga jualannya. Ada aneka minuman, mie instant, air mineral, bahkan ada es juga lho.
“Sepi Mas, Mbak.” kata si Ibu.
“Belum musim wisatawan datang kemari.” Tuturnya lagi.
Kami memang datang di tengah minggu, sehingga jumlah pengunjung bisa dihitung dengan jari.
Kalau kalian kesini, jangan ragu untuk mampir ke warung ini ya. Sebelum ke puncak pasti akan melewati warung sederhana ini. Jualannya murah banget, saya beli sebotol Aqua Cuma 5000. Bayangin, padahal bawanya saja sudah berat lho. Lalu minuman dingin kayak pop ice, nutrisari gitu, dengan es cuma 2000rupiah saja. Sekalian bantu ibunya jajan disini.
Duduk di Gazebo warung ini bikin betah dan terlena. Ada deh kayaknya 30 menitan kami disitu. Leyeh-leyeh sambil minum es dan ngemil biskuit. Hingga akhirnya realita menghampiri.
Tujuan kami masih di atas sana.
Rute Hutan Kering dan Berbatu
Perjalanan selepas dari warung tidak terlalu terjal, tapi agak membosankan karena tidak bisa melihat pemandangan apa-apa. Kami disuguhi dedaunan kering, juga pepohonan yang meranggas di musim kemarau. Petunjuk pendakian sudah minim disini, sehingga hampir saja kami salah mengambil jalur.
Untungnya, kami mendengar ada orang tertawa-tawa di atas sana. Sehingga kami percaya bahwa jalur yang kami ambil sudah jalur yang benar.
Oase Sebelum Menuju Puncak
Perjuangan lelah kami terbayar ketika melihat pemandangan secantik ini. Embung Nglanggeran terlihat di bawah sana. Juga tebing dan pepohonan nan rindang.
Tempat ini biasa digunakan oleh para wisatawan untuk camping. Karena Camp di Puncak sangat tidak disarankan. Selain anginnya kencang, berbahaya juga rutenya.
Tak jauh dari tempat ini, mungkin sekitar 50 meter, kita akan menemukan tangga ala-ala panjat tebing, tapinya tangga ini terbuat dari kayu. Sepertinya cukup rapuh dan menguji nyali. Tapi namanya juga adventure yakan, dijalani saja.
Puncak Gunung Api Purba Nglanggeran
Akhirnya sampai Puncak juga!
Selama- lamanya mendaki, kalau terus dijalani, maka akan sampai puncak juga.
Arum Silviani
17 Agustus 2022, di Puncak tertinggi Gunung Api Purba Nglanggeran, bersama teman-teman, itupun sudah cukup membahagiakan.
Puncak Gunung Api Purba Nglanggeran panas sekali hari itu, karena sudah siang.
Total waktu kami mendaki hampir 2 jam. Btw, kami golongan pendaki ceria ya, yang dikit-dikit berhenti dan kalau ketemu pemandangan bagus langsung terlena. Lupa kalau perjalanan masih jauh. hehehe…yang penting dinikmati. Hitung-hitung healing.
Untuk rute turun lebih manusiawi, karena kami lewat jalur yang berbeda.
Gunung Api Purba Recommended banget untuk kalian kunjungi jika bertandang ke Yogyakarta. Tempatnya indah, masih alami, dan juga udaranya segar. Tips dari saya, gunakan pakaian dan sepatu hiking seperti yang kami gunakan disini. Karena meskipun hanya 700mdpl, rute Gunung Api Purba cukup “menggigit.”
Add comment