Hola…semoga kalian nggak bosan dengan cerita saya. Kali ini saya mau cerita kalau beberapa waktu lalu saya mengajar Digital Marketing untuk Kelas Internasional.
Sekilas tentang Mata Kuliah Merdeka Belajar (Kampus Merdeka)
Jadi karena kurikulum merdeka, maka sebagai dosen di perguruan tinggi kita bisa mengajar untuk mahasiswa di luar universitas kita, atau di luar program studi. Oleh karena mata kuliah saya termasuk program Merdeka Belajar, jadi saya sering kebagian mahasiswa dari beberapa negara.
Bahasa Pengantar biasanya Bahasa Inggris, atau boleh billingual (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris). Kalau kebagian mahasiswa dari Malaysia, mereka biasanya meminta dalam billingual, karena suka mempraktekkan bahasa Indonesia di kelas. Saat saya tanya, belajar bahasa Indonesia dari mana?
Mereka jawab dari Sinetron!
Konon katanya, Sinetron Indonesia cukup diminati di Malaysia. Begitupula dengan mahasiswa dari Timor Leste yang mahir berbahasa Indonesia. Lagi-lagi, mereka belajar dari Sinetron. Saya pun jadi mendapatkan informasi baru.
Mungkin ini bisa jadi masukan untuk komisi penyiaran Republik Indonesia. Sinetron sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Supaya bangsa lain bisa mudah mempelajari bahasa Indonesia.
Mengajar Meta Advertising, Kelas Digital Marketing
Materi hari itu adalah Meta Advertising. Saya mengajarkan mahasiswa bagaimana setting target audience, menentukan segmentasi pasar yang kita aplikasikan di Platform Meta Ads, berikut copywriting dan penentuan lokasi pasarnya.
Kelas berjalan normal, walaupun beberapa diantaranya masih kesulitan saat menjalankan Meta Ads. Meskipun di modul sudah saya berikan instruksi dan urutannya secara jelas, tapi biasanya ada saja kejadian yang berbeda. Namanya juga algoritma platform, seringnya berubah-ubah, sehingga membuat bingung orang yang tidak terbiasa.
Suasana Kelas
Selanjutnya, mahasiswa pun mulai ramai bertanya pada saya tentang algoritma platform tersebut. Mulai dari kekurangan dan kelebihannya, serta biaya dan jaungkauan pasarnya.
Namun ternyata, di tengah penjelasan saya, ada mahasiswa yang raise hand. Selanjutnya dia bertanya ke saya, soal sebuah Problem Digital Marketing yang dirasa masih misterius baginya.
“Excuse me Miss, why Surabaya?” tanyanya dengan kening berkerut.
Kebetulan kali itu saya kasih problem yang menjadikan Surabaya sebagai target pasar luxury brand. Lalu saya jawab, karena secara data statistik, banyak orang Surabaya yang suka dengan luxury brand.
Mahasiswa tersebut masih belum puas. Lalu bertanya lagi. “Why you choose Surabaya as the problem? Why not Bandung or Yogyakarta? What is the basis information for us to determine Surabaya as the target market?”
Sampai situ saya terdiam sejenak. Lalu baru teringat, bahwa yang bertanya bukanlah orang Indonesia.
Akhirnya saya jawab, “Because Surabaya is the second largest city in Indonesia.”
Lalu akhirnya diskusi dilanjutkan dengan urutan kota besar di Indonesia, beserta karakteristik masyarakatnya dan kemampuan beli masing-masing daerah. Sebelum masuk lebih dalam ke materi berikutnya.
Mahasiswanya happy dengan penjelasan saya. Sayapun jadi menyadari kesalahan, dimana saya seringkali melewatkan “Hal-hal yang saya anggap kecil dan sederhana.”
Bahkan hal yang suka kita bilang, “masa gitu aja nggak tahu.”
Disini saya berterima kasih sekali kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang pernah menjadikan saya sebagai seorang staf ahli perencanaan strategis perguruan tinggi, monitoring dan evaluasi. Sehingga saya diberikan kesempatan untuk keliling Indonesia, dari Aceh sampai Papua, dan melihat secara langsung karakteristik bangsa ini.
Di kemudian hari, bekal pengalaman ini saya ceritakan jelas di depan mahasiswa saya.
Sesederhana apapun sebuah informasi, tetaplah sebuah informasi yang berharga dan penting artinya
Ternyata yang selama ini kita anggap biasa saja, boleh jadi adalah hal baru buat orang yang belum mengetahuinya. Informasi yang menurut kita mudah diperoleh, belum tentu orang lain mudah juga mendapatkannya.
Contohnya saat saya tertawa ketika ada seorang rekan bertanya, “Kak, gimana sih caranya buka pintu Starbucks?”
Maafkan ya. Padahal semestinya sikap saya tidak demikian.
Sungguh, jangan sepelekan hal yang menurut kita biasa, karena boleh jadi buat orang lain itu luar biasa.
Arum Silviani
Digital Marketing Lecturer, Faculty of Business UMN, and Founder of Antasena Projects
Add comment