Mengubur Kenangan di Candi Sambisari?
Lebay banget ya judulnya? Tapi nanti saya jelasin deh kenapa dan mengapa ada yang terkubur di Candi Sambisari. So, dari Pasar Legi Kotagede yang sudah saya tuliskan di postingan sebelumnya, saya dan Pia memulai petualangan hari kedua di Yogyakarta. Dengan memanfaatkan geospasial buat nyusun iten, kami menyusuri wisata sejarah ke Candi Sambisari.
Baca juga: Memanfaatkan Geospasial dalam menyusun itinerary dan budget perjalanan
Baca juga: Ada Salam dari Pasar Legi Kotagede
Candi ini terletak di jalan ke arah Prambanan. Jalannya lurus saja ke arah Solo, dan nggak ada belok-beloknya. Sehingga, kemungkinan kecil anda nyasar. Di sebelah kiri jalan, ada Plang “Candi Sambisari”. Masuk saja ke gang tersebut. Kita akan melewati perumahan warga, persawahan, juga jalan desa yang masih asri.
Tips:
Kalau nggak mau bingung saat jalan menuju Candi Sambisari, dari arah Jogja anda bisa mengikuti Plang bertuliskan “Candi Sambisari” yang kedua. Karena dari Plang/tanda yang kedua ini, anda tinggal berjalan lurus saja, hingga menemukan Candi Sambisari di ujung jalan.
Saya waktu itu masuk lewat Gang dengan Plang Candi Sambisari yang pertama dari arah Jogja. Jadi harus ada belok kanan dulu, sebelum sampai ke tujuan. Belokan ke kanan ini yang seringkali membingungkan pengunjung, apalagi jika mereka berasal dari luar Jogja. Karena setelah kita masuk gang, sudah tidak ada lagi petunjuk kemana arah Candi Sambisari.
Setelah kurang lebih 30 menit melaju dari Pasar Kotagede, sampailah kami ke Pelataran Candi Sambisari.
Notes:
Kalau bisa, nggak usah memanfaatkan google maps saat anda berkunjung kesini.
Sesat! Serius loh. Saya sendiri mengalami. Karena saya pakai google maps, saya disuruh turn right. Turn right. Padahal, pintu masuk Candi Sambisari ada tepat di depan mata. Hanya berjarak sekitar 50 meter saja. Saya lihat juga banyak pengendara motor lain yang nyasar saat mau ke Sambisari gara-gara google maps. Soalnya mereka jadi mengambil jalan memutar lewat belakang Candi. Tambah jauh kan jadinya?
Baca juga:
5 Alasan kamu harus stop pakai google maps saat keliling Indonesia
Menyapa Kehidupan Pagi di Yogyakarta
Lebih baik andalkan intuisi anda dengan berjalan lurus saja dari plang kedua (arah dari Jogja) lalu lurus sampai mentok. Atau anda bertanya saja pada penduduk setempat sebelum masuk gang. Karena setelah anda masuk gang, nyaris tidak ada orang yang bisa anda temui di jalan. Sepiii…
This is it. Candi Sambisari.
Dari foto di atas terlihat bahwa ada empat pintu masuk di Candi Sambisari. Berbeda dengan Candi-candi yang biasanya terletak di dataran tinggi, Candi Sambisari ini justru berada menjorok ke dalam tanah. Atau sekitar 6,5 meter dibawah permukaan tanah. Hal ini dikarenakan, Candi Sambisari pernah tertutup material vulkanik akibat letusan Gunung Merapi, sehingga candi terkubur di dalam tanah. Cocok banget kan, buat mengubur kenangan?
#Ups, masih ngaco.
Dari informasi yang saya dapat dari wikipedia, Candi Sambisari ini ditemukan oleh seorang petani pada tahun 1966, dan mulai dipugar oleh Dinas Purbakala pada tahun 1986. Menurut para ahli purbakala, Candi ini dibangun sekitar abad ke-9 M, atau pada masa pemerintahan Raja Rakai Garung. Candi Sambisari sendiri merupakan candi Hindu. Dinamakan Sambisari sesuai dengan nama desa tempat Candi ini berdiri. Namun berdasarkan tulisan dengan huruf dan Bahasa Jawa Kuno “Om Siwa Stana” yang terdapat pada lempeng prasasti emas Sambisari, para ahli purbakala berargumen bahwa kemungkinan nama asli Candi Sambisari adalah Siwasthana, atau persemayaman Dewa Siwa dalam kepercayaan orang Hindu.
Biaya masuk Candi Sambisari adalah Rp5000/orang. Adapun sejarah lengkap tentang Candi Sambisari bisa dilihat di Wikipedia saja ya. Saya males nulisnya disini. Lebih enak motret-motret saja.
Baca juga: Candi Prambanan Lagi, Why Not?
Btw, Candi Sambisari ini nggak sepopuler Candi Prambanan atau Ratu Boko. Jadi pengunjungnya juga nggak terlalu banyak, dan suasananya masih tenang banget. Kalau mau jajan, bisa mampir ke depan warung di depan gerbang Candi Sambisari. Disitu anda bisa menikmati makanan khas Jogja sambil minum es Kelapa muda. Nggak usah takut mahal, di warung tersebut, harganya terjangkau kok semuanya.
Kadang, saya lebih suka mengunjungi candi-candi yang terpencil. Satu hal, bisa memotret tanpa harus ada gangguan dengan sepuas-puasnya hehehe. Bagus, harus masuk list nih.
Iya bener @bangaswi memang yang terpencil itu biasanya lebih ngena dihati. Apalagi buat orang2 yg jago motret hehe…btw makasih ya sudah main2 ke blog ini