Sebuah Catatan Harian tentang Listrik Padam, Pulau Jawa Blackout
Bandung, 4 Agustus 2019. Pukul 20:38 WIB
Listrik padam sejak jam 11.40 siang tadi. Akibat SUTET yang terkena gangguan pada jaringan Pemalang-Ungaran. Efeknya, pembangkit Suralaya Trip. Jawa-Bali Padam.
Peristiwa ini mengingatkan saya pada memori bertahun-tahun silam, saat saya bertugas di pedalaman Cianjur Selatan dan Pedalaman Kalimantan.
Bedanya, sekarang saya dengar banyak sekali keluhan di sekitar saya. Banyak pekerjaan yang terbengkalai. Handphone kehabisan baterai, nggak bisa online. Wifi mati. Mati gaya.
Kisah Perjalanan dari Pedalaman Kalimantan Selatan
Saat saya di pedalaman Cianjur dan Kalimantan Selatan, dimana situasi gelap adalah makanan sehari-hari, yang saya dengar justru gelak tawa masyarakat. Mereka berkumpul di beranda rumah masing-masing. Bercengkrama dengan anak, istri, sahabat, tetangga, hangat sekali rasanya.
Tidak ada keluhan sama sekali. Anak-anak belajar menggunakan lampu sempor. Yang jika kau korek hidungmu di pagi hari, maka akan ada jelaga hitam memenuhi rongga hidung.
Saya?
Dulu saya sempat stress tentunya. Karena tak terbiasa tidur di pedalaman hutan dengan berteman hawa panas, juga nyamuk yang mengganas. Mereka berpesta pora, semalaman suntuk tak berhenti berdenging. Sebagai gantinya, badan saya bentol-bentol dan tak bisa tidur.
Menikmati Kesyahduan Malam Saat Listrik Padam
Tapi lama kelamaan, saya menikmati keheningan ini. Saya bisa berpikir jernih tanpa gangguan ponsel. Tanpa internet. Tanpa cahaya terang lampu. Saya bisa meresapi makna dan banyak bersyukur. Bahwa sejatinya, kita yang berada disini berharap, atau setidaknya punya harapan listrik akan menyala kembali.
Sedangkan mereka? Warga pedalaman Kalimantan dan Cianjur, juga pedalaman Indonesia lainnya?
Kegelapan menyelimuti mereka setiap harinya. Mereka hanya bisa menanti, kapan kiranya listrik negara bisa menjangkau dusun mereka.
Baca juga: Senyum Harapan Dari Desa Murung Raya
Kalaupun kalian komplain, “Kan kita sudah bayar PLN. Harus dilayani dong!”
Halo, warga pedalaman itu punya banyak sekali hasil tambang berharga di bumi mereka. Harusnya mereka yang lebih menuntut. Hasil tambangnya dibawa ke tempat kita, bisa jadi listrik untuk kita. Sementara mereka diselimuti kegelapan.
Bersyukurlah yang banyak, karena kita tak hanya hidup sendirian saja. Mereka saudara-saudara kita saja bisa sabar, kenapa kita tidak?
Baca juga: Pulau Sebira, Sang Jaga Utara di Ujung Kepulauan Seribu
Tak usah menghujat pegawai PLN. Yang saya tahu, setiap ada gangguan, mereka lekas turun tangan. Berjalan secepat yang mereka bisa. Menghadapi berbagai risiko yang bisa saja menghilangkan nyawa mereka.
Semoga kejadian seperti ini tak terulang lagi.
Itu saja.
Add comment