Revolusi Industri 4.0
Don’t strive to be famous. Strive to be talented.
Ketika saya ngomong gitu di depan kelas, tepuk tangan tiba-tiba membahana. Trus ada yang nyeletuk, “so sweet…” bahkan sampai ada yang berkaca-kaca.
Kebeneran saat itu saya sedang menyampaikan materi tentang the power of social media for branding di era revolusi industri 4.0.
Betapa media sosial bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi bisa jadi alat yang hebat untuk berkomunikasi, membangun image sebuah merek. Sedangkan di sisi lain bisa jadi senjata yang berbahaya untuk diri sendiri.
Revolusi Industri 4.0 dan Dunia Maya
Revolusi Industri 4.0 memang menuntut kehidupan untuk berjalan lebih cepat. Semua serba online, serba digital. Dunia tak lagi melulu bicara tentang perang fisik, tetapi perang di dunia maya. Banyak orang sibuk bercitra, tapi melupakan kodrat dalam kenyataan bahwa, yang bisa bertahan adalah dia yang sanggup bekerja keras, bekerja cerdas, dan memanfaatkan bakatnya. Bukan dia yang hanya sibuk eksis ingin terkenal.
Lalu, apa hubungannya dengan Selebgram?
Ketakutan terbesar seorang public figure adalah menjadi tak terkenal lagi. Karena hal itu artinya, ia akan sepi tawaran job, dikucilkan teman sesama selebritis, dan terusir dari panggung hiburan.
Oleh karenanya banyak diantara mereka yang rela, bergaya hidup yang tak sesuai kantong. Eksis di social media, bikin sensasi, jual kehormatan, bahkan menggunakan obat terlarang. Demi bisa diterima di lingkungannya. Demi tidak missing out. Alias ketinggalan jaman, atau ketinggalan trend yang sedang berlangsung di lingkungannya.
Namun mereka lupa, popularitas selalu bergilir. Selalu ada batasannya, seiring dengan gaya gravitasi bumi yang kian menggerus wajah dan raga.
Jika hanya mengandalkan tampang, tentu akan selalu ada yang lebih tampan. Lebih cantik. Dan lebih muda. Ya kali lu kesamber meteor yang bisa bikin susunan gen berubah. Trus takkan pernah menua 😂🤣
Beda ketika kita berfokus dengan bakat kita. Sibuklah menghasilkan karya. Maka kita akan menganggap popularitas hanyalah bonus. Bukan tujuan.
Buat orang berfokus pada bakat dan karya, popularitas tak lagi jadi barang mewah, sehingga tak perlu dikejar. Santai deh jadinya.
Contoh nyata. Einstein rambutnya berdiri gitu. Tampangnya juga aneh kan ya buat orang normal? Tapi dia populer tuh. Bahkan sampai jauuuh setelah kematiannya, orang tetap tahu siapa dia. Dan merasakan manfaat yang diberikannya.
Karena Einstein berfokus pada bakatnya, sehingga soal terkenal, itu adalah keniscayaan semata. Yang tidak ada artinya untuknya.
Post Terkait:
- Jangan Baper Online saat lihat Medsos
- Hijrah dan Sepotong Hati yang baru
- Suka Duka Jadi Tenaga Ahli Kemenristekdikti
- aku dan kisah perjalanan zhafira boutique
- Cara berpikir perempuan, logika dan perasaan
Add comment