Salam sayonara dari Desa Wae rebo

Perjalanan ke Desa Wae Rebo Flores, Kampung Terindah di Atas Awan

Masih lanjutan dari cerita Sahabat Arum, Bhekti yang melakukan perjalanan ke Labuan Bajo di postingan lalu, kali ini kalian akan diajak untuk menjelajah Desa Wae Rebo Flores. Sebuah desa yang konon katanya, adalah kampung terindah di atas awan.

By: Bhekti Lestari, Training Instructor at Antasena Edu Projects

Desa Wae Rebo Flores

Desa Wae Rebo menjadi salah satu destinasi yang tak boleh ketinggalan jika kalian berkunjung ke Flores.

Trip kami ke Flores kali ini menggunakan jasa travel agent yang tak saya sebut namanya. Tahu lah ya kalian apa artinya kalau saya nggak sebut nama. Intinya saya tidak akan merekomendasikan yang tidak memuaskan dan membuat kecewa. Juga tidak menjelekkan karena mereka juga masih berusaha *mungkin. Khusnuzon saja.

Jam 08.00 WITA kami dijemput di hotel untuk melanjutkan perjalanan ke Waerebo.  Kak Iron, nama driver kami yang menemani perjalanan selama di Flores.  Kalau ini recommended driver. Kalian bisa hubungi dia di 0812-3818-9363

“Berapa lama Kak, perjalanan kita menuju Waerebo?” tanya saya. Kak Iron menjawab “5 jam, karena banyak jalan rusak”  lalu kami berseru, lama juga ya, gak nyangka akan selama itu.

Perjalanan Panjang dan Menantang Menuju Desa Wae Rebo

Perjalanan melalui jalan negara sangat mulus, tapi begitu masuk jalan daerah beberapa titik berlubang dengan kawat pondasi jalan menonjol di sana-sini. Kami khawatir kawat tersebut dapat menusuk ban kendaraan dan membuatnya pecah.

Jalan Negara Desa Wae rebo Flores
Jalan Negara Desa Wae Rebo Flores

Jalan sempit kami lalui dengan kanan kiri semak, juga jalan berbatu memanjang. Mobil berhati-hati melewatinya. Belum lagi jalan yang amblas di beberapa sungai, menyebabkan jalan setara dengan sungai, kalau hujan turun tampaknya gak bisa melewati jalan tersebut.

Jalan Amblas menuju Desa Wae Rebo Flores
Jalan Amblas menuju Desa Wae Rebo Flores

Sambil menikmati perjalanan, kami berseloroh, waktu Presiden dan Para Menteri ke Waerebo lewat jalur ini juga gak ya?  Atau ada jalur lain? Karena jika beliau-beliau melihat, saya yakin akan merasa apa yang kami rasa.

Makan Siang di Desa Dengeu

Pukul 11.47 WITA kami sampai di Desa Dengeu untuk makan siang. Sebuah tempat makan di tengah sawah menjadi tempat pemberhentian kami. 

View dari tempat makan Desa Dengeu
View dari tempat makan Desa Dengeu

Disini kami makan dan sholat.

Ada satu hal yang unik dari tempat makan kami ini.  Berapapun jumlah orangnya, maka akan diberikan menu dan jumlah yang sama untuk masing-masing pengunjung, hal ini kami ketahui setelah mengobrol dengan rekan-rekan lain di Waerebo.

Menu makan siang di Desa Dengeu
Menu makan siang di Desa Dengeu

Kurang Lebih selama 1,5 jam istirahat, kami melanjutkan kembali perjalanan ke pos 1. Di pos 1 kami diturunkan dari mobil, dan berganti kendaraan dengan ojek. Dengan tarif ojek PP adalah Rp. 100.000 per orang. 

Saat naik ojek hati saya ketar ketir, jalanan menanjak dan menurun, serta beberapa jalan berbatu. 

Trekking ke Desa Wae Rebo

Setelah melalui perjalanan panjang dari jam 08.00 WITA, akhirnya kami mulai trekking ke Desa Wae Rebo pada jam 13.45 WITA. Pada papan informasi, tertulis bahwa jarak menuju Desa Waerebo kurang lebih 5 km.  Sepanjang 1,3 km pertama merupakan paving block batu, selanjutnya jalan tanah. 

Trek Paving Blok Batu menuju Desa Wae rebo flores
Trek Paving Blok Batu menuju Desa Waerebo
Trek tanah menuju Desa Wae rebo
Trek tanah menuju Desa Wae rebo

Rute kebanyakan menanjak. Namun demikian, sejak awal perjalanan kami sudah disuguhi trek yang menanjak. Tentunya bagi pemula akan cukup menyiksa, sehingga jangan dipaksakan. Jika kalian lelah, istirahat saja dulu.

Hutan dengan vegetasi yang cukup rapat membuat udara yang kita hirup menjadi segar. Sambil berjalan kita dapat mengisi paru-paru penuh oksigen. Namun demikian kalian tetap harus hati-hati dan waspada. Karena di beberapa titik terdapat jalan longsor. Selain itu, sebaiknya kalian jangan bersandar ke tanah, karena di tanah tersebut banyak lintah, apalagi setelah hujan turun.

Di pos 2 terdapat pemandangan indah, sehingga kami berhenti sejenak untuk rehat dan tentu saja berfoto. 

Pukul 15.54 WITA kami sampai ke gazebo untuk membunyikan kentongan. Ya, jika kita sampai di gazebo ini, kita sebagai tamu harus membunyikan kentongan yang disediakan warga. Hal tersebut menandakan kami minta izin untuk masuk. Semacam bel yang dibunyikan jika kita hendak bertamu.

Disitu juga kami diberikan beberapa ketentuan sebelum masuk desa, salah satunya adalah jangan berfoto dulu sebelum melakukan acara penyambutan oleh ketua adat.

Bersambung ke Part 3

Post terkait:

Arum Silviani

Lecturer, Travel Blogger and Founder of Antasena Projects

Add comment

AdBlocker Message

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by disabling your ad blocker.

Follow us

Don't be shy, get in touch. We love meeting interesting people and making new friends.