Saya mau cerita pengalaman pembuatan paspor baru di Kantor Imigrasi Jakarta Pusat ke teman-teman semua. Meskipun ini adalah pengalaman 5 tahun lalu. Tapi insyaAllah masih sangat relevan kok, karena prosedurnya kurang lebih masih sama. Aplikasinya saja yang berbeda karena dulu pakainya website, sekarang pakai m-paspor.
Btw ini ceritanya kayak novel. Panjang. Jadi siapin waktu untuk perghibahan kita kali ini. Saya baru cerita 5 tahun kemudian, sharing saja sih dulu tuh gimana bikin paspornya. Apa saja yang ditanyakan. Juga bagaimana menyiasati pertanyaan wawancara dan kelengkapan dokumen.
Ribet nggak sih bikin paspor baru?
Dibilang ribet ya enggak, tapi dibilang nggak ribet, juga enggak. Standar lah ribetnya. Lumayan makan waktu juga kalau membuat paspor baru saat itu (2019). Karena prosedur dan alurnya cukup banyak.
Lima tahun lalu, aplikasi m-paspor belum ada. Tapi sudah ada website imigrasi untuk mendaftar kuota antrian.
Saya membuat akun di website imigrasi, lalu mencari tanggal dan kuota yang tersedia.
Saat itu, saya dapat kuota di Kantor Imigrasi (KANIM) Kelas I Non TPI Jakarta Pusat. Lumayan jauh sih dari tempat tinggal saya di BSD Tangerang Selatan. Tapi nggak apa-apa deh. Yang penting dapat kuota, karena saya butuh.
Cerita Pengalaman Pembuatan Paspor Baru di KANIM Jakarta Pusat
Setelah mendapatkan nomor antrian, saya datang ke Kantor Kanim Jakarta Pusat pada waktu dan jam yang sudah ditentukan.
Sampai disana, saya diminta untuk mengisi formulir. Namun saat saya sedang mengisi form tersebut, seorang Ibu-ibu petugas yang ramah menyapa saya. Lalu bertanya,
“Kakaknya mau buat paspor apa?”
Saya jawab mau buat paspor apa saja yang tersedia. Yang penting saya punya paspor.
Lalu tanpa saya sangka, petugas tadi memberikan saya formulir baru. Dia menawarkan, “Kakaknya mau bikin e-paspor nggak? Ini masih ada kuota 10 untuk hari ini.”
Wahh pucuk dicinta ulam tiba. Sesungguhnya saya memang ingin membuat e-paspor saat itu. Tapi karena sulit dan terbatas, ya saya pasrah saja mau dikasih paspor apapun. Ternyata malah kuotanya ada.
Saya langsung batalkan formulir paspor biasa, lalu mengisi formulir untuk e-paspor.
Kurang lebih kita diminta mengisi paspor yang kita pilih jenis apa (Saya pilih e-paspor 48 halaman). biaya pembuatan paspor biasa Rp350.000, dan e-paspor Rp650.000.
Data apa saja yang harus dipersiapkan untuk membuat e-paspor?
Saya mengisi data No. KTP, pekerjaan, alamat tinggal sesuai KTP, alamat kantor, pendidikan terakhir, Nama Ayah, Nama Ibu, No. Telepon Kerabat yang bisa dihubungi, dan tujuan pembuatan paspor.
Pada bagian ini, isi dengan sejujur-jujurnya dan sebenar-benarnya ya. Jangan sampai ada yang tidak sesuai, atau kalian salah mengisinya.
Dokumen yang harus dipersiapkan untuk membuat paspor baru:
- KTP (Asli dan Fotocopy)
- KK (Asli dan Fotocopy)
- Akte Kelahiran (Asli dan Fotocopy)
- Ijazah (Asli dan Fotocopy) à di websitenya ijazah nggak perlu dibawa kalau sudah ada akte kelahiran. Tapi petugas yang mewawancarai saya ajaib, minta ijazah S2 saya.
- Surat Keterangan Kerja/Nametag bagi yang domisilinya diluar Jakarta (Harap ini dibawa ya, barangkali kalian nemuin pewawancara yang ribet kayak saya. Baca cerita dibawah).
- Ballpoint Tinta Hitam
- Materai Rp10.000. Saran saya, bawa saja beberapa.
Sumbernya saya dapat dari sini: Syarat Pembuatan Paspor Baru di Kanim Jakarta Pusat
Kemudian selanjutnya, dokumen tersebut dimasukkan ke dalam sebuah Map Kuning. Lalu mulailah kita mengantri untuk proses wawancara. Saat itu lumayan lama saya mengantri, kurang lebih 40 menitan lah ya.
Pertanyaan Wawancara Paspor: Dapat Petugas yang Njelimet
Di ruang wawancara, saya ditanya tujuan pembuatan paspor. Saat itu saya jawab untuk konferensi ilmiah penelitian saya. Toh nyatanya demikian. Saya jawabnya jujur dong ya. Tapi malah ditanya-tanya terus.
Agak rese sih pertanyaannya. Saya ditanya, “Konferensi apa? Buat apa?”
Saya bilang saya berprofesi sebagai dosen. Untuk mempresentasikan hasil penelitian saya.
Eh malah petugasnya nggak percaya dong saya ini dosen. “Mbaknya masih muda, masa sih sudah jadi dosen?”
Padahal saya pengen jawab tuh. Masnya kok kayak boomers jadul sih, yang berprinsip belum tua belum boleh bicara?
Tapi saya urungkan lah ya hahaha…saya masih waras. Lagian, Usia saya mah nggak muda-muda amat kali. Muka saya aja yang kayak gini.
Lanjut ya…
Karena di kampus segalanya serba digital, jadi saya kasih lihat saja SK Karyawan, surat tugas mengajar, dan juga SK Menteri bahwa saya adalah salah seorang Staf Ahli di sebuah kementerian.
Semuanya saya buka lewat dashboard website yang harus pakai password saya masuknya. Nggak bisa diakses sembarangan.
Salahnya saya waktu itu, saya tidak print dokumen tersebut dan saya juga tidak bawa Nametag karyawan. Pasalnya, di website Kanim Jakpus tidak ada perintah untuk membawa surat keterangan kerja. Saya hanya membawa dokumen yang tertera resmi di websitenya. KTP, KK, Akta Lahir.
Ini buktinya, nggak hanya di Kanim Jakpus. Dokumen persyaratan pembuatan paspor di Kanim Jakbar juga sama.
Saya merujuk ke website ini. Sampai saya baca bolak balik juga nggak ada itu persyaratan selain KTP, KK, Akta Lahir. Nama saya dari dulu masih sama. Jadi saya nggak bikin surat ganti nama.
Belum berhenti sampai disitu
Masih nggak percaya juga petugasnya. Lalu nanya saya ngajar apa semester ini. Untungnya dashboard kampus kan lengkap banget ya. Jadwal saya ada semua disitu.
Rekam jejak saya ngajar apa tiap semesternya juga ada semuanya, sudah berapa lama, mahasiswanya berapa, anak bimbingan saya berapa, dll. Saya kasih lihat semuanya.
Lalu jawaban dari masnya, “Masa sih masih muda banget sudah jadi dosen. Kalau gitu saya minta ijazah S2 nya”.
Saya jawab nggak bawa karena tidak ada di persyaratan. Tapi softcopynya ada. Iya untungnya semua softcopy dokumen saya tuh lengkap di cloud saya. Saya ngotot nggak mau kasih ijazah asli. Karena saya sudah bawa Akte Kelahiran dan saya tunjukkan bahwa di website hal tersebut tidak diminta.
Akhirnya petugas tersebut minta ijazah saya di print. Ya sudah saya print saja di kantor imigrasi. Meskipun sambil kesel. Karena kok seolah petugas ini mencari yang tidak ada. Ngerjain banget.
Sebenarnya mungkin saya juga nggak akan kesel kalau pertanyaan dari petugasnya sedikit lebih beretika. Misal nggak bilang, masih muda kok sudah jadi dosen? Nadanya nggak enak gitu loh. Tonenya kayak menyepelekan.
Yah emang kenapa kalau masih muda jadi dosen?
Masa sih saya harus pamer nyebut who I am? Atau…emang perlu ya?
Iya saya tahu itu prosedur petugas harus bertanya, tapi bukan begitu nanyanya mbambang. Ada lho ilmu komunikasi publik. Ada yang namanya ilmu service excellent.
Misalnya gini nih. “Jadi dosen sudah berapa lama kak? Sebelumnya pernah kerja atau dari lulus kuliah langsung jadi dosen?”
Iya harus dan wajib sopan ke saya. Karena disini saya adalah konsumen yang harus dilayani, bukan tersangka yang perlu diinvestigasi. Saya adalah seorang warganegara yang sedang meminta haknya. Bayar pula.
Logikanya, kalau orang punya niatan tidak baik, tentu saja dia tidak akan datang sendiri ke kantor imigrasi. Dia bakal memanfaatkan jasa calo atau broker gelap supaya nggak ketahuan petugas.
Terus, tolong itu di KTP, ada tanggal lahir saya. Ada tahunnya juga. Meskipun muka saya kelihatan kayak mahasiswa, tapi kan ada tahun lahirnya bestie. Jadi jangan dianggurin itu dokumen saya.
Tidak hanya saya yang mengalami pelayanan tidak menyenangkan
Ternyata, nggak cuma saya seorang yang mengalami. Banyak loh. Di google review juga banyak yang menumpahkan kekesalannya. Contohnya ini nih:
Saat saya mau ambil paspor saya, saya ngobrol dengan beberapa orang yang duduknya dekat dengan saya. Sama-sama perempuan, dan kebetulan, mereka juga memiliki tujuan yang sama dengan saya untuk membuat paspor, yaitu keluar negeri untuk kepentingan pekerjaan.
Loket yang melayani kami pun sama. Ngga usah saya sebut lah ya namanya.
“He’s so rude!” begitu komen dari orang di sebelah saya.
Iya nanya-nanya dengan nada agak merendahkan. Campuran antara menyepelekan dan ngeselin. Baru jadi petugas loket doang loh, gimana kalau jadi pejabat yang harus melayani masyarakat luas?
Saya nggak kebayang kalau misal orang yang mau mengajukan paspor ini gaptek, atau sudah berumur. Duh harus benar-benar didampingi deh. Biar kalau ada pertanyaan-pertanyaan ajaib, bisa langsung jawab.
Ternyata, sampai dengan tahun 2023, masih ada yang mengalami hal tidak menyenangkan juga di Kanim Jakpus:
Pengambilan Paspor di Kanim Jakarta Pusat
Kurang lebih sekitar 14 hari sejak tanggal mengajukan, paspor saya baru jadi. Saat ambil paspor, ajaibnya…lama banget bestie. Berjam-jam akutuh ngantrinya. Karena pelayanannya lambat pol. Sampe saya geregetan pengen bantuin.
Memang sih stafnya banyak yang sudah berumur. Tapi please, ini pelayanan masyarakat dan di Jakarta Pusat lho. Dipercepat bisa kok. Jalannya dipercepat, senyumnya ditebarkan, ini beneran kecepatannya kayak 3 km/jam aja nggak ada.
Iya tahu, PNS gajinya nggak banyak. Tapi…tetap susah untuk dimaklumi buat saya. Karena saya bandingkan dengan diri saya sendiri.
Meskipun jadi Dosen yang sudah terkenal dengan slogan Kerjane Sak Dos, Gajine Sak Sen, saya tetap bisa all out kok ke mahasiswa saya. Karena dengan bekerja ikhlas, maka hidup kita akan dipermudah oleh Allah SWT.
Jadi saya susah maklum ketika ada orang yang sudah punya tugas dan tanggung jawab, terus santai-santai gitu kerjanya. Apalagi dibayar sama negara.
Saya yakin, banyak banget kok petugas negara yang bisa kerja cepat dan bersemangat. Contoh kayak petugas Kereta Api Indonesia. Cepet loh mereka melayani penumpang yang jumlah per harinya jauh lebih banyak daripada orang yang ngantri kuota paspor. CMIIW.
Lesson Learned
Pengalaman mengajarkan saya sesuatu yang berharga. Ke depannya, kalau ditanya mau buat apa bikin paspornya, lebih baik jawab saja buat liburan.
Meskipun kalian misalkan mau pakai buat lanjutin sekolah, atau tugas negara, atau tugas kantor, lebih baik jawab saja mau liburan. Atau mau umroh. Titik. Selesai. Biar nggak ribet saat ditanya-tanya. Dan biar cepat juga.
Lalu, bawa semua dokumen pribadi berupa asli dan fotocopy. KTP, KK, Akte kelahiran, Surat baptis, surat ganti nama (kalau pernah ganti nama), surat keterangan kerja, surat keterangan tidak bekerja kalau misal ibu rumah tangga, kartu pelajar, kartu mahasiswa, surat nikah asli dan fotocopy, surat keterangan Pak RT kalau kalian berdomisili disitu, bawa saja semuanya. Daripada bolak balik ngabisin waktu dan tenaga.
Iya tahu saya agak konyol kedengarannya. Tapi lebih baik kita berjaga-jaga saja barangkali nemu “petugas ajaib” yang segala diminta. Atau minta yang nggak ada.
Petugas ini random ya, nggak semuanya ribet. Ada kok mas-mas di loket sebelah saya tuh cuma ditanya sebentar, foto, lalu selesai. Nggak nanya macam-macam.
Saya saja yang sedang diuji.
Baca juga: List Perlengkapan Umroh Wanita 9 hari
Update 2024
Anyway, saya mau update kalau paspor saya sudah hampir habis masa berlakunya. Tapi kali ini, saya nggak mau ke Kanim Jakarta Pusat lagi. Saya daftar ke Kanim Jaksel lewat m-paspor. Biar Skena aja gitu hahaha….
Siapa tahu petugasnya lebih gaul, lebih oke, dan pelayanannya lebih bagus. Karena saya lihat rating di google review cukup baik daripada Kanim Jakpus.
Nanti saya ceritakan alur dari saya mengajukan penggantian paspor yang habis masa berlaku, hingga paspor saya di tangan ya.
Salam Traveling!
Add comment