Cerita tentang kasir alfamart dan service excellence

Cerita Tentang Pelayanan Seorang Kasir Alfamart

Tulisan ini agak menjauh dari tema blog ini yang biasanya ngomongin soal tips dan trik traveling. Saya mau cerita ke kalian, sebuah kejadian sederhana, tapi melekatnya lama di benak saya.

Sebuah Pagi yang Cerah, di BSD

Pagi itu sebelum berangkat ke kampus, saya mampir ke Alfamart Golden Vienna BSD, beli air mineral, karena tumbler saya ketinggalan di rumah.

Setelah ambil satu botol air mineral, saya segera ke kasir. Di depan saya ada seorang ibu yang usianya sekitar 55-60 tahunan, sedang melakukan pembayaran. 

Mbak kasirnya melayani dengan ramah sekali. 

Bahasanya sopan, tapi nggak kepoan dan nggak lebay nawarin ini itu. Tapi, si ibunya jadi mengambil tambahan produk di depan kasir, atas kemauannya sendiri.

Lalu ada seorang kakek, yang adalah petugas kebersihan kompleks, mau bayar juga. Si mbaknya kali ini menyapa si kakek dengan tone yang berbeda. Ramah, tapi benar-benar tone bicaranya berbeda dengan ibu yang sebelumnya dilayani. 

Saya menyadari ada yang berbeda disini. Ah, mungkin kebetulan. Let’s see…

Setelah melayani kakek tadi, mbaknya melayani saya. Surprisenya, tone dan gaya bicaranya langsung berganti. Dengan bahasa indonesia baik dan benar, begitupula keramahan dan sikapnya.

Di depan saya, si mbaknya pro banget kayak kasir BCA.

Dan kemudian dia melayani seorang nenek yang mengantri di belakang saya. Lagi-lagi, mbak kasirnya mengganti tone bicaranya, dengan bahasa yang mudah dipahami oleh si nenek ini. Dia bahkan menggunakan bahasa betawi. Ramah, tapi tetap profesional saat menerangkan kegunaan setiap merek sabun yang akan dibeli oleh si nenek.

Si nenek yang tadinya hanya ingin beli 1 item, jadi beli 3 item yg direkomendasikan oleh mbak kasir.

Saya akhirnya tersenyum sendiri. Mbak kasir alfamart ini, telah mempraktekkan teori service excellence dan customer delight. Berkomunikasi dan melayani sesuai dengan target pasarnya. Sekaligus menciptakan sales on the spot. Karena product knowledge-nya yang keren. 

Yang beli juga tidak merasa terpaksa, karena dilayani dengan tulus. 

Baca juga: Cerita mengajar Digital Marketing di Kelas Internasional UMN

Mengenal TERRA dalam Service Marketing

Dalam service marketing, ada yang namanya istilah service excellence. Service excellence adalah suatu keadaan, yang bisa tercapai jika layanan yang diterima pelanggan, melebihi ekspektasinya. Kalau bahasa Gen Z nya, Realita lebih bagus daripada ekspektasi. 

Untuk mencapai service excellence, ada 5 indikator yang biasanya menjadi tolok ukur, yaitu Tangibility (atribut yang terlihat seperti tampilan toko, seragam karyawan), Empathy (empati, put your self on your audience shoes), Responsibility (tanggung jawab dalam pelayanan), Responsiveness (cepat tanggap dalam melayani), dan Assurance (jaminan pelayanan yang sama/standar kepada seluruh konsumen). 

Yang paling menjadi tantangan perusahaan adalah bagaimana melatih karyawan untuk dapat menerapkan empathy, dan assurance. Karena kedua variabel ini benar-benar intangible. Nggak kelihatan. Tapi bisa dirasakan.

Misalnya soal variabel Empathy, mbak kasir tadi menanyakan terlebih dahulu kepada si nenek, yang akan membeli detergen. Si mbak kasir tidak langsung memberikan rekomendasi merek. Tapi bertanya dulu deterjennya mau buat apa? Mencuci biasa, cuci wangi, atau menghilangkan noda membandel?

Dia bertanya soal Customer Pain. And then she put herself on her customer shoes. 

Lalu bicara dengan nada customize, sesuai usia konsumennya. Bukan pakai SOP seperti yang biasanya kita temui. Yaitu cara bicara, nada, dan bahasanya “seragam” sehingga seringkali manusia berbicara seperti AI. You know what I mean right?

Karena banyak karyawan di bidang pelayanan yang terjebak SOP sehingga tidak mampu memodifikasi dan memaknai, bahwasanya standar pelayanan bukan menyoal nada bicara yang sama. Melainkan bagaimana caranya agar setiap konsumen diperlakukan sama, namun mereka tetap merasa spesial.

Dalam jangka waktu dekat, mungkin hal ini tidak berdampak signifikan.

Namun demikian, jika perusahaan mau bertahan dalam jangka panjang dan meningkatkan customer retention (pelanggan yang balik lagi beli di tempat anda), hal ini wajib ada dalam perusahaan anda.

Karena kita berbisnis untuk manusia, maka manusiakanlah konsumen kita.

Baca juga: Ketika menghadapi mahasiswa minim etika

Lesson Learned tentang cerita dari Pelayanan Kasir Alfamart:

Buat teman-teman pemilik bisnis ritel yang baca tulisan ini, semoga bisa menerapkan service excellence di toko kalian. Sedangkan buat teman-teman yang saat ini menjadi kasir alfamart, atau di minimarket, apapun itu, bekerjalah dengan sepenuh hati. Baik itu dalam melayani pelanggan dan juga terhadap perusahaan. Tidak usah menghitung untung rugi, karena dengan kalian memberikan pelayanan prima kepada para pelanggan, kalian pasti akan untung.

Kalaupun perusahaan tidak menghargai anda, insyaAllah peluang di luar sana akan luas sekali. Karena Allah yang membukanya untuk anda.

Baca juga: Cerita tentang memulai hidup baru

Arum Silviani

Lecturer, Travel Blogger and Founder of Antasena Projects

Add comment

AdBlocker Message

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by disabling your ad blocker.

AdBlocker Message

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by disabling your ad blocker.

Follow us

Don't be shy, get in touch. We love meeting interesting people and making new friends.