Kesengsem di Kota Lama Semarang
Dalam bahasa Jawa, kesengsem artinya sangat tertarik hati, tergila-gila, atau terpesona. Begitulah yang saya dan Mbak Deasy alami di Kota Lama Semarang. Sebuah kawasan Old Town yang kaya akan sisa-sisa bangunan masa kolonial Belanda.
Keunikan Bangunan Gaya Kolonial
Uniknya, kawasan Kota Lama Semarang memiliki bangunan dengan tatanan dan gaya arsitektur yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Ada yang berbentuk kotak lurus saja, ada bangunan dengan ornamen Jawa pada pintunya, ada Gereja yang atapnya berbentuk kubah, dan ada berbagai bangunan cantik yang berdiri dengan warna dan gaya arsitekturnya sendiri.
Tak seragam, demikian orang setempat menyebutnya.
Jajaran bangunan megah di Kawasan Kota Lama Semarang memang menawan. Namun demikian, tak sedikit diantaranya tergolek dan tak terawat. Meskipun di mata saya dan Mbak Deasy, bangunan usang tersebut justru makin terlihat Cantik dan menyimpan banyak sejarah juga kenangan. Hal yang membuat kami berdua selalu kesengsem dengan heritage building. Makin kuno semakin menawan rasanya. Membuat hati makin tergila-gila. #eeeaaa…
Cantiknya Taman Srigunting
Taman Srigunting, sebuah taman kecil di depan Gereja Blenduk yang dulunya nampak biasa, sekarang sudah terlihat keunikannya. Lihat deh foto di bawah ini. Anda yang orang Bandung atau pernah ke Bandung, pasti familiar kan sama bola-bola bulet yang berjajar di trotoar ini? Bedanya, yang di Bandung polos-polos saja. Sedangkan di Semarang dilukis motif batik. Semakin membuatnya memesona.
Jangan heran kalau Semarang mirip-mirip Bandung ya desainnya, karena memang Smart City dari Walikota Bandung dihibahkan juga ke Walikota Semarang. So, ada beberapa spot di Kota Semarang yang mirip-mirip sama Kota Bandung.
Kembaran Gedung Merdeka Bandung
Kemudian spot ini, kayak di kawasan Gedung Merdeka Jalan Asia Afrika ya? Padahal foto ini diambil di depan Gedung Galeri Nasional Semarang, yang menyajikan barang-barang kerajinan khas Jawa Tengah.
Anggunnya Gedung Marba
Masih di sudut Kota Lama Semarang, tepatnya di seberang taman Srigunting, atau sepelemparan batu dari Gedung Spiegel, ada sebuah gedung cantik lagi. Didominasi warna merah marun yang menawan, membuat hati kepincut saat menatapnya. Gedung Marba namanya.
Meskipun terlihat usang, bangunan ini tetap kokoh hingga sekarang lho. Berdinding setebal 20cm, Gedung Marba diperkirakan berdiri sekitar pertengahan abad 19. Pemrakarsanya adalah Marta Badjunet. Seorang saudagar kaya berkebangsaan Yaman. Oleh karenanya, untuk mengenang Marta Badjunet, bangunan ini dinamakan Marba, yang merupakan singkatan dari nama sang saudagar. Dahulu, gedung Marba dijadikan kantor ekspedisi muatan kapal laut, juga untuk toko modern di masanya, De Zeikel. Namun saat ini, Gedung Marba dijadikan kantor pengacara.
Manisnya Arsitektur Gereja Blenduk
Gereja ini memiliki bentuk bangunan yang unik, yaitu atapnya yang berbentuk kubah. Dalam bahasa Jawa, bentuk atap seperti ini disebut Mblenduk. Sehingga masyarakat setempat menyebutnya sebagai Gereja Blenduk. Sedangkan nama asli Gereja Blenduk adalah Nederlandsch Indische Kerk.
Konon, kubah Gereja Blenduk persis seperti Gereja St. Peters Basilica di Roma. Coba deh lihat perbandingannya.
Gereja Blenduk dibangun pada tahun 1753. Pantas lah ya disebut Gereja Tua. Kalau lihat gereja ini, saya jadi ingat lagu Panbers. “Hanya satu, yang tak terlupakan, kala senja di gereja tua. Waktu itu, hujan rintik-rintik. Kita berteduh dibawah atapnya…”
Nah ini dia waktu hujan rintik-rintik di Gereja Blenduk, 6 tahun lalu 🙂
Sehari Melancong Keliling Semarang
Lalu yang paling membuat kami kesengsem adalah….
Spiegel dulu dan kini
Kami menemukan sebuah bangunan cantik bergaya klasik yang diperkirakan berdiri sejak tahun 1895. Spiegel. Mulai tahun 2012, tempat ini dipugar dan disulap menjadi Spiegel Bar and Bistro oleh seorang arsitek muda asli Semarang, yang juga pemilik restaurant ini. Nanti lah ya, detail reviewnya saya sampaikan di postingan berikutnya.
Sudut lain Kota Lama Semarang
Sebenarnya masih banyak Gedung Tua yang saya potret. Sayang, saya nggak tahu namanya. Tapi pastinya, semua gedung itu memiliki keunikan dan kecantikannya sendiri, yang berbeda antara gedung satu dengan gedung lainnya.
Segitu dulu ulasan saya tentang kota lama Semarang. Buat saya pecinta bangunan lama, khususnya bangunan peninggalan masa kolonial Belanda, kawasan ini tentunya menjadi “surga jalan-jalan”. Tak pernah bosan memandang, tak pernah puas menikmati, sehingga pasti nanti akan kembali lagi.
Nantikan ulasan saya tentang rekomendasi kafe dan restaurant ala jadul di Semarang pada postingan berikutnya.
Salam travelers.
Baca juga:
Kasmaran di ujung pelangi warna-warni Semarang
Klenteng Sam Poo Kong, Saksi Bisu Bersauhnya Laksamana Cheng Ho
Review Gerbong Bisnis Ciremai Ekspress Semarang Bandung
Perjalanan Semarang-Pekalongan menggunakan Kereta Api Kaligung
terimakaih informasinya sangat membantu..
Kereeeeen… Yuk yg mau tau cerita solo travelling di Smg boleh mampir ke blogku yaaah