Trekking kedua di bulan Januari. Kali ini saya explore lokasi yang dekat dengan Jakarta. Dari judulnya, tentu kalian bisa tebak, ini bukan kategori hiking biasa dengan jalan mendatar. Melainkan jalan yang agak terjal dengan kerapatan hutan yang lebat. Yuk ikuti perjalanan saya Trekking ke Curug Cibereum Cibodas, air terjun di Kaki Gunung Gede Pangrango.
Sebelumnya, kalian bisa baca cerita Hiking saya disini:
- Trekking ke Gunung Sepikul Sukoharjo
- Nekat Lewat Jalur Non Resmi Gunung Patuha, Puncak Sunan Ibu via Cipaganten
- Ekspedisi ke Baduy Dalam via Ciboleger
- Baduy Dalam, Kampung adat yang terletak masuk ke dalam hutan
- Tektok Pendakian ke Gunung Andong via Sawit
- Persiapan pendakian menuju Ranu Kumbolo, Surganya Mahameru
- Pendakian dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo
Perjalanan Dimulai Dari BSD, Pukul 7.30
Saya pergi ber-7. Sabtu pagi kami berkumpul di McDonalds Edutown, BSD. Meskipun pagi itu, hujan deras mengguyur BSD dan sekitarnya. Tak sedikitpun menyurutkan langkah kami untuk menghirup udara segar di area Cibodas.
Perjalanan langsung kami tempuh via tol, dengan waktu kurang lebih 2 jam.
Parkir di Area Wisata Cibodas
Kami sampai di area wisata Cibodas sekitar pukul 9.30 WIB, lalu istirahat sejenak untuk ke kamar kecil (banyak warung yang menawarkan toilet berbayar). Selanjutnya, kami juga menyiapkan gear dan perbekalan yang akan kami bawa untuk trekking.


Tidak banyak, hanya satu tas kecil berisi air mineral, jas hujan, payung, dan sedikit cemilan. Lalu saya juga bawa trekking pole. Iya, ini penting sekali untuk dibawa karena akan sangat memudahkan pada saat kita mendaki dan turun nanti.
Pintu Masuk Pendakian Gunung Gede Pangrango
Dari tempat parkir, kami perlu berjalan kurang lebih 5-7 menit untuk sampai di area pintu masuk pendakian. Selanjutnya, kita harus masuk dan mengisi SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi). Tiket per orang adalah Rp.30.000.

Biasanya kalian diminta mengisi data, berapa orang yang akan naik.
Sekitar Pukul 10.00 WIB kami memulai trekking ke Curug Cibereum Cibodas.
Baru melihat treknya, saya langsung suka. Karena ini adalah kawasan konservasi, jadi tidak dibuat tangga permanen. Melainkan tanah berbatu yang terjal dan memberikan kesan alami. Meskipun ya, 2 teman saya agak kaget dengan trek ini. Baru mulai, sudah dikasih jackpot.

Tapi kalau menurut saya, justru treknya tergolong ramah, jika dibandingkan dengan Gunung di daerah Kabupaten Bandung atau Garut.
Tiba di Pos 1, Tarentong
Setelah menempuh pendakian yang cukup terjal, akhirnya saya sampai di Tarentong. Mbak Dini dan Kayla sudah di depan saya, sedangkan Kak Mei dan Mas Ireng di belakang saya cukup jauh, karena menemani Kak Dona dan Wina yang kali itu agak kewalahan menghadapi medan.

Saya? Kalau sedang nanjak, saya sulit ngerem. Karena ketika saya berhenti, nafas saya jadi sesak. Lebih baik saya terus berjalan meskipun pelan. Disini saya tidak bisa secepat di Semeru atau Tahura karena sedang musim hujan, lalu kontur tanah pun bebatuan yang licin.

Beberapa kali saya berpapasan dengan pendaki, lalu menyapa mereka. Sebuah etika tak tertulis saat kita mendaki gunung. Beberapa diantara mereka menatap saya heran.
Hingga akhirnya di tempat dengan kerapatan hutan yang lebat, ada yang berani bertanya ke saya,
“Kakak jalan Solo?” tanyanya.
Saya menggeleng. “Nggak, teman-teman saya ada di depan dan belakang.”
“Oh kirain kakak Solo. Berani banget.” Katanya lagi.
Menurut saya, kalau pendakian ke Curug Cibereum masih aman untuk Solo hiking sih. Karena posnya jelas, jalannya jelas, petunjuknya jelas. Lalu, di sepanjang perjalanan kita beberapa kali berpapasan dengan para pendaki. Jadi ya nggak seperti Solo banget gitu.
Eh tapi…buat kalian yang newbie hiking atau trekking, jangan nyoba pendakian Solo ya dek yaa…
Telaga Biru Kawasan Konservasi Gunung Gede Pangrango
Sekitar 40 menit trekking, saya sampai di Telaga Biru. Sebuah danau yang terbentang bak oase di Kaki Gunung Gede Pangrango.
Menurut saya, tempat ini mirip dengan telaga Cicereum, Kuningan. Namun versi lebih kecil. Di tengah telaga terdapat ikan emas yang berlarian mengejar makanan. Meskipun jumlahnya tidak banyak, tapi cukup memberikan warna di telaga biru.

Saat itu, banyak orang sedang berfoto disini, atau bikin konten. Sehingga pada saat mendaki, saya, Mbak Dini, dan Kayla terus saja. Tidak berhenti di tempat ini. Baru pada saat pulang, saya difoto oleh Mbak Mei di telaga ini.
Iya, kami sama-sama tidak menyukai keramaian. Introvert mode on.
Rawa Gayonggong, Tempat Memandang Gunung Gede Pangrango
Menurut saya, view terbaik Gunung Gede Pangrango adalah jika dipandang dari sini. Kalau masih pagi, kabut belum turun sehingga Gunung Gede Pangrango bisa terlihat jelas disana.

Jalurnya juga sudah cukup enak ya. Ada jembatan begini, dan di bawah jembatan ada Rawa Gayonggong. Sambil berjalan, kita bisa mendengarkan gemericik suara air yang menenangkan. Udara juga sejuk, tapi tidak terlalu dingin. Nyaman sekali buat orang yang terbiasa tinggal di daerah panas seperti saya.

Meskipun demikian, buat kalian yang doyan ngonten, hati-hati ya dek yaa…
Karena meskipun ada jembatan, tapi kondisi jembatannya tidak rata paripurna. Begini nih bentuknya, seperti polisi tidur berjajar.

Lalu, banyak juga bagian yang sudah bolong atau runtuh. So, tetap fokus dan hati-hati kalau lewat sini.

Pos 3 Gunung Gede Pangrango, Panyangcangan
Setelah mendaki gunung lewati lembah…ciyee…akhirnya sampai juga di Panyangcangan, Pos 3 Gunung Gede Pangrango.

Saat saya tiba disana, jalur pendakian ke Gunung Gede Pangrango sedang ditutup sampai dengan 31 Maret 2025.
Musim hujan, saatnya Gunung bernafas lega, tanpa gangguan pengunjung.
Jalur Trekking Curug Cibereum Cibodas yang memesona
Dari Panyangcangan (yang biasanya banyak orang jualan), kita hanya perlu berjalan lurus untuk menuju Curug Cibereum.
Sebenarnya saya, Mbak Dini, dan Kayla kepengin makan bakso sambil menunggu teman-teman yang lain. Tapi kami tidak tahu seberapa jauh lagi perjalanan ini. Khawatir nanti keburu hujan.
Akhirnya kami melanjutkan perjalanan, yang kali ini lebih indah rasanya karena suara gemericik air kian nyaring terdengar. Tak lama berjalan, saya melihat ada sungai kecil di sebelah kanan saya, yang bunyi airnya mengalun indah saat terkena bebatuan cadas.

White noise istilahnya. Suara yang memberikan ketenangan, dan membantu orang yang insomnia.
Kalian tahu nggak, kalau kita trekking begini, dekat dengan alam, itu meningkatkan hormon endorfin. Hormon yang memberikan rasa bahagia.
Selain itu, Efek Psikologis bagi orang yang hiking menurut Mayer, Ádám, dan Wilhelm (2024) adalah meningkatkan kualitas tidur, meningkatkan kesehatan jantung, tekanan darah, menyeimbangkan detak jantung, komposisi tubuh, dan fungsi pernafasan. Karena kita menghirup udara segar dan banyak oksigen dari pepohonan.
Sampai di Curug Cibereum Cibodas, Langsung Pesan Mie Rebus
Seperti magis, dengan kabut yang mulai turun, akhirnya saya bisa melihat Curug Cibereum Cibodas. Saya kira curugnya hanya ada 1. Ternyata ada 3 curug yang indah dan ketiganya adalah kategori Curug dengan debit air cukup besar.

Apalagi kami datang di musim penghujan yang sudah tidak terlalu deras, sehingga air curug terlihat bening dan indah.
Berbeda dengan perjalanan menuju tempat ini yang temperaturnya sejuk, kondisi di areal Curug Cibereum cukup dingin, sehingga saya harus memakai jaket wind proof yang saya bawa dari rumah. Jaket wind proof ini juga berfungsi agar baju kalian tidak basah. Karena air terjun yang terbawa angin akan membasahi badan kita.

Untuk makanan, kalian tak perlu khawatir. Di tempat ini ada warung yang menjual air mineral, aneka kopi, teh, minuman hangat, gorengan, pop mie, indomie, yang sangat cocok dinikmati di tepian Curug Cibereum.


Menurut saya gorengan dan telur gulungnya enak. Harga juga terjangkau. Indomie dan pop mie dijual Rp15.000 per porsi, gorengan hanya Rp2000/biji. Murah bukan? Mengingat perjalanan menuju tempat ini melalui trek yang tak mudah.
Apalagi saat saya beli gorengan, saya melihat ada seorang bapak baru saja mengantarkan tabung gas melon ke warung.
Saya berpikir, bawanya gimana coba? Lumayan banget effortnya.
Oh iya, selesai makan, sampahnya jangan dibuang sembarangan ya. Kembalikan lagi ke warung, karena mereka menyediakan tempat sampah. Sedangkan buat kalian yang tidak membeli makanan di warung, tolong banget sampahnya dibawa pulang.
Jadilah pecinta alam sejati, yang tahu diri.
Karena mencintai berarti tak mengotori.
Perjalanan Trekking Pulang dari Curug Cibereum Cibodas
Menurut saya, trekking pulang itu lebih capek daripada berangkatnya. Karena dari Curug Cibereum Cibodas menuju pos 1, treknya menurun, licin, sehingga lutut kita butuh kekuatan ekstra. Saya sudah bawa trekking pole dan lutut masih tetap agak ngilu.
Tapi di perjalanan pulang ini, saya justru menikmati setiap langkah, fokus, dan juga bercengkrama dengan alam.

Alam itu selalu baik sama kita. Dan mirroring perlakuan kita padanya. Jika kita memperlakukan alam dengan baik, dia akan membalasnya dengan memberikan hal yang jauh lebih banyak, yang kita butuhkan. Akan tetapi jika kita memperlakukan alam dengan buruk, ya keburukan itu akan kembali ke diri kita sendiri.
Selamat mencoba trekking ke Curug Cibereum via Cibodas ya, kalian boleh share ceritanya di kolom komentar.
Add comment