Mengenal Desa Tumiyang Kebasen Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
“Mbak, Kebasen tuh dimana sih sebenarnya?”
Salah satu pertanyaan mendarat di DM Instagram saya. Agak menggelitik sih, kok pas banget ya pertanyaan itu ditanyakan ke saya.
Mungkin nggak banyak yang tahu kalau kampung halaman mama saya itu di Kebasen, Jawa Tengah. Tepatnya di Desa Tumiyang. Sekitar 2,8 km dari Pasar Patikraja, atau sekitar 10 km dari Pusat Kota Purwokerto. Dan, saya pernah tinggal di Tumiyang bersama almarhum nenek saya sekitar 1,5 tahun lamanya. Mau tahu lebih lanjut tentang Desa Tumiyang Kebasen? Yuk ikuti cerita saya.
The Unplanned Journey
Sebenarnya, lebaran tahun ini tuh saya nggak ada rencana untuk pulang kampung. Lembar koreksi numpuk. Deadline memasukkan nilai ujian bertepatan dengan hari raya. Sehingga saya pun nggak banyak berharap bisa jalan-jalan, apalagi mudik. Lha wong hari H lebaran saja saya masih duduk di depan meja kerja, ngoreksi ujian mahasiswa saya.
Eh ternyata, kenyataan berkata lain. Setelah semua deadline pekerjaan saya penuhi dan selesaikan, bapak ngajak pulang kampung. Dadakan banget. Saya packing nggak sampai 30 menit deh rasanya. Itupun karena diomelin mama suruh cepet. Karena niat nggak niat itulah, saya cuma bawa baju 3 pasang, sudah termasuk baju tidur.
Mantap djiwa kaan? Nggak gue banget yang biasanya full costume. Penganut sejati traveling in style. Hahaha….
Akhirnya, siang itu meluncurlah kami menembus jalanan ibukota yang sepi, masuk tol, lalu melanjutkan ke Trans Jawa. Berangkat dari rumah jam 13.30, dan sampai di Desa Tumiyang jam 11.00. Itu karena jalan Tol menuju Jawa ditutup akibat sistem one way arus balik lebaran.
Dibukain pintu sama Alfian, anak dari kakak sepupu saya, which is keponakan saya dong ya, yang surprisingly tingginya sudah hampir 180 senti! Oh My God, time flies so fast. Terakhir ketemu anak ini sekitar 2 tahun lalu, dia bahkan bobo di kamar saya di BSD. Belum setinggi ituuh. Terus akhirnya saya, mama dan bapak ngobrol dulu sama pakde dan bude saya di ruang tamu. Jam 12 malam, tidur deh.
Menikmati Segarnya Pagi di Desa Tumiyang Kebasen
Saya bangun agak siang, sekitar jam 06.00 WIB karena lagi nggak sholat juga sih. Pagiku disambut sunrise yang melongok dari balik jendela. Karena rumah bude saya ini di tepian lapangan Tumiyang persis, jadi pemandangan beneran lowong banget. Kita bisa melihat sunrise cantik sekali di ufuk timur.


Abis itu saya cuma cuci muka dengan air segar, dan memilih mojok di ruang makan. Duduk menghadap jendela sambil memandang hijau daun dari kebun almarhum nenek saya. Mengangkat kenangan dan memori masa kecil, juga masa SMP yang saya jalani di tempat ini.

Pagi ini bude saya bikin pisang goreng, dan ditemani segelas kopi kampung, mulailah saya melakukan rutinitas yang beberapa saat ini terbengkalai karena kesibukan. Menulis blog. Temanya bukan traveling, tapi masih nyangkut sih. Tentang style, fashion, dan lifestyle di perkotaan.
Buat kamu yang mau ngintip hasil tulisan saya, bisa dilihat disini:
Tips Tampil Stylish Untuk Hijab Traveler
Jangan Mau dibohongi overpriced cafe di Jakarta
Notes: Surprise lainnya adalah, disini yang biasanya sinyal susahnya naudzubillah, sekarang kenceng kayak kuda pacu. Jadi benar-benar perfect lah pagi saya hari itu.

Udah ada Gojek juga lhoo…jadi bisa tetap lancar jaya kalau mau jalan-jalan tapi nggak bawa kendaraan pribadi.
Terus kata Alfian, disini juga banyak spot yang hits dan instagramable kayak Bukit Watu Meja Tumiyang, Overpass Kebasen, Jembatan Kereta Losari, Bendung Gerak Serayu, Pesemutan, Kalisalak, Jembatan Merah Putih Patikraja, dan lain sebagainya. Well, nanti satu-satu bakal saya bahas deh tempat itu.
Mencari Tempat Kuliah Untuk Alfian
Karena Fian baru lulus SMK Negeri 2 Purwokerto, maka bude saya minta Fian dicarikan tempat kuliah. Akhirnya saya buka website BAN PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi) untuk cari list kampus yang oke dan reputable. Tapi saya nggak lagi mau bahas soal cari kampus, nanti aja di postingan lain ya.
Saya menyarankan Fian ikutan Ujian Masuk Politeknik Negeri Semarang, ambil jurusan Teknik Sipil Konstruksi Gedung. Sedangkan untuk cadangan, saya pilihkan satu universitas yang cukup reputable di Jogja, jurusan arsitektur. Selesai pendaftaran online, saya ngajak Fian ke Purwokerto, untuk buka rekening Bank yang sesuai permintaan kampusnya.
Gabung di Reuni Dadakan SMA YOS SUDARSO SOKARAJA
Di Bank saya ditelponin mulu sama Yugo, Pak Polisi yang juga sahabat saya dari jaman SMA.
“Ada Reuni ini di rumah Ita. Kamu kesini buruan.”
Nih orang memang paling kenceng radarnya. Saya nggak pengumuman mau ke Purwokerto, eh dia tau saya lagi di kota ini. Setiap saya ke Purwokerto dialah yang paling cepet sadar. Hahahaha…
Akhirnya saya diantarkan Fian ke Rumah Ita di Jl. Kober. Bobosan sih tepatnya. Kami melewati jalan Underpass Jendral Soedirman Purwokerto. Keren lho!
Setelah sempat nyasar lewat sawah (thank you google maps yang kerjaannya nyasarin orang!) Bertemulah saya dengan genggong ini:

Nggak sah ya kalo lagi ketemuan kayak gini, nggak ngomongin masa lalu. Uhukkk…
Apalagi kalau bukan bahas kebodohan jaman dulu, petualangan, sekolah, daan…mantan! Hahaha…

Percakapan mereka berdua kira-kira gini, “Eh kok si anu dulu cantik banget ya. Sekarang kok aneh. Nggak terawat.”
Tuh cowok-cowok memang mulutnya nggak sekolah. Ckckck.
Nah, betapa kan…waktu menggerus raga. Tak ada yang abadi. Karena jika cinta kau serahkan pada mata, apa jadinya manakala wajah mulai menua?
Masa cintanya mau ikutan keriput sih? Nggak lucu dong.
Akhirnya setelah ngobrol selama kurang lebih 1 jam, sudah makan pecel dan mendoan buatan sahabat saya Ita, saya pamit pulang.
Mendoan, Kudapan Sederhana nan Lezat dari Purwokerto
Sebelumnya, kami berpose seperti 7 tahun yang lalu. Iya sih, reuni ini bertepatan tanggalnya dengan reuni yang kami lakukan 7 tahun lalu. Kira-kira dulu begini posisinya:
Menikmati Kuliner Khas Bakso Pekih Purwokerto
Setelahnya, saya dan Fian pengin makan di Bakso Pekih. Ya udah deh kebeneran kan nggak jauh tempatnya. Rasanya masih sama. Enak, tapi nggak bikin otak meledak sampe bilang, “Wow! Enak Banget!”
Nggak gitu. Buat saya bakso pekih adalah bagian dari kenangan. Makanya saya kesana. Nanti lah ya saya review lagi untuk tahun 2019. Dulu sudah pernah sih saya review disini:
Cerita Tentang Purwokerto dan Pencarian Bakso Pekih
Review Tempat Makan Bakso Pekih Purwokerto
Nah segitu dulu ya intronya. Masih intro lho…banyak banget petualangan saya selama 1 Minggu di Desa Tumiyang Kebasen. Edisi Pulang kampung terlama saya dalam sejarah hahaha…
Post Terkait:
- Jalan ke Desa Soe Timor Tengah Utara
- Cerita Perjalanan Bandung Purwokerto Bersama Kereta Api Serayu
- Musim Mudik, Apa sih Perbedaan Stasiun Gambir dan Stasiun Pasar Senen?
Add comment