Sudah beberapa kali saya hiking ke Benteng Belanda Cikahuripan ini. Lokasinya berada di Kampung Cisaroni, Cikahuripan, Kabupaten Bandung Barat. Tak jauh dari peternakan sapi yang dikelola oleh Ibu Dasimah. Namun cukup jauh dari ramainya kehidupan kota. Seperti apa jalurnya?
Berkenalan dengan Kampung Cisaroni, Desa Cikahuripan
Sebuah kampung yang sudah akrab dengan saya semenjak tahun 2011. Tahun dimana saya memulai sebuah bisnis peternakan sapi pesusu. Biasanya saya tak pernah menuliskan keindahannya, demi menjaga ekosistem dan ketenangan desa. Namun kali ini, bolehlah saya berbagi sedikit.
Terletak di kaki Gunung Tangkuban Perahu, Desa ini cukup terpencil letaknya. Tidak ada transportasi publik. Kita juga tidak bisa menggunakan ojek online. Biasanya saya naik ojek online, lalu menyambung naik ojek pangkalan (opang) dari depan Rumah Makan Mandarin Lembang.
Baca juga: Staycation, pilihan liburan asyik buat traveler dengan budget terbatas
Hiking Ke Benteng Belanda Cikahuripan
Hiking ke Benteng Belanda Cikahuripan juga menjadi salah satu rutinitas saya jika saya mengontrol bisnis. Biasanya, setelah saya selesai urusan “persapian”, saya dan anak-anak di Desa Cisaroni akan bermain sama-sama. Mereka senang mengajak saya menyusuri kampung indah ini.
Kebetulan, jalur pendakian ke Gunung Tangkuban Perahu, juga ke Benteng Belanda Cikahuripan adalah lewat Kampung Cisaroni.
Menurut Ibu Dasimah, warga desa setempat, perjalanan dari peternakan ke Benteng Belanda Cikahuripan itu dekat. Hanya sekitar 30 menit saja.
Ya, secara durasi memang cukup singkat. Antara 30-45 menit saja.
Tapi….
baca juga: Terbebas dari labirin di lembah dewata
Jalur Terjal yang Mirip Gunung Rinjani
Sebenarnya bukan saya yang bilang begini, melainkan Kakak Mei. Sahabat saya dari Jakarta. Saat saya ajak Hiking ke Benteng Belanda Cikahuripan, saya bilang ke dia durasi hiking kurang lebih 30-45 menit.
Dia langsung semangat. Namun saat saya menyuruh dia menggunakan baju hiking, bawa jas hujan, air mineral, cemilan, dan menggunakan sepatu hiking, Kak Mei lumayan curiga. Kok hiking rute pendek doang harus pakai sepatu?
Di bayangan Kak Mei, jalurnya ya seperti Tahura Djuanda.
baca juga: Pengalaman hiking ke Tahura Djuanda
Tapi tak urung, dia menuruti saran saya. Membawa peralatan yang saya sebutkan tadi.
Saat waktunya tiba, kami mulai naik pukul 10.30. Ditemani oleh anak-anak TPA Cisaroni, our little guides. Meskipun rata-rata dari mereka adalah anak kelas 3 SD, tapi mereka adalah pendaki yang tangguh. Tidak ada satupun yang mengeluh, lincah sekali pergerakannya.
baca juga:
Tanjakan Tajam tanpa Bonus
Begitu mulai hiking, kami langsung “dihajar” tanjakan tajam. Nggak ada bonus. Disinilah Kak Mei minta berhenti, ketika kami baru 5 menit mendaki.
“Gile lo, ini mah medannya kayak Rinjani! Kirain gue bakal kayak Tahura.”
Dan selanjutnya, Kak Mei sempat menyerah dan minta turun lagi. Untung saja, our little guides menyemangati.
“Ayo teh, sedikit lagi!”
Jalan setapak yang curam, dengan rerumputan tinggi di sebelah kanan, dan jurang di sebelah kiri. Cukup menantang tentunya. Karena saya sudah terbiasa, paling saya berhenti sebentar untuk minum. Namun tidak demikian halnya dengan Kak Mei. Dia sudah pucat, minta pulang lagi.
Saya hanya tertawa, lalu mengajaknya menikmati pemandangan Kota Bandung yang terlihat indah di bawah sana. Sementara anak-anak, sibuk ngemil karena kami berhenti terlalu lama.
Hingga akhirnya setelah satu jam lebih, kami baru sampai ke pintu masuk Benteng Belanda Cikahuripan. Satu jam yang cukup menyiksa untuk Kak Mei.
baca juga: Memburu Sunrise di Gunung Putri Lembang
Apakah sampai disini saja?
Tentu tidak. Kami masih harus menyusuri hutan yang cukup lebat untuk bisa melihat Benteng Belanda Cikahuripan yang tersembunyi. Benteng ini sudah ditetapkan menjadi cagar budaya oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan tahun 2010.
Biasanya pengunjung dikenakan biaya Rp15.000/orang untuk memasuki kawasan Benteng. Namun karena saya dan anak-anak sudah dianggap sebagai warga lokal Cisaroni, akhirnya kami gratis masuk dan mengeksplor Benteng secara bebas.
Video perjalanan menuju Benteng Cikahuripan
Setelah berjalan kurang lebih 10 menit, kami menemukan ini.
Sebuah Benteng tua buatan Belanda, yang saya pun tak tahu pasti kapan dibangunnya. Disini kami berfoto, lalu mulai mengeluarkan perbekalan kami. Saya suka bawa cemilan kesini, biar bisa dimakan bareng sama anak-anak.
Disini ada sekitar 4 Benteng dengan lokasi berbeda. Mungkin dulunya ini adalah satu kesatuan, tapi masih banyak yang terpendam, akibat letusan Gunung Tangkuban Perahu.
Setelah melewati Benteng ini, kita akan sampai ke puncak tertinggi benteng. Dari tempat ini, kita bisa melihat pemandangan indah, juga langit yang cerah. Tak jarang juga tempat ini dijadikan tempat camping.
Bawa Makanan dan Cemilan Secukupnya, Demi bisa jajan di warung milik warga
Biasanya kalau kami sudah selesai mengeksplor kawasan Benteng, saya akan mengajak anak-anak mampir di warung untuk jajan. Disini disediakan gorengan, indomie rebus, kopi, dan juga aneka minuman botol.
Ini bagian vavorit anak-anak. Jajan sepuasnya.
Tenang saja, jajanin anak-anak di warung warga nggak bakalan bikin kantong kita jebol. Beneran deh. Jajanin mereka sampai mereka kenyang, itu lebih murah dari secangkir kopi di Starbucks.
Kalau kalian mau dimasakin, kalian juga bisa pesan sehari sebelumnya. Bilang saja menunya mau apa, untuk berapa orang. Warga setempat dengan senang hati membuatkan. Btw, disini masaknya masih pakai pawon lho. Orang Jawa bilangnya pawon, sedangkan dalam bahasa Sunda disebut Hawu.
Rasanya enak banget. Otentik khas Sunda pokoknya.
Nah setelah kenyang, saatnya kita pulang…
Sampai jumpa di hiking berikutnya!
Add comment