Pegi-Pegi pamit

Dadah, Pegi-Pegi!

Beberapa waktu lalu saat saya mau cari hotel di Kuala Lumpur, tiba-tiba saja saya kangen sama aplikasi pegi-pegi. Kepingin beli dari situ lagi. Saya buka aplikasi pegi-pegi, tapi eror. Halamannya blank. Lalu akhirnya saya buka lewat website. Namun demikian, tampilannya kini berubah. Saya kaget sekaligus sedih dan menyayangkan. Pegi-Pegi Pamit!

Pegi-Pegi Pamit Setelah hampir 12 Tahun Melayani

Aplikasi dan website Pegi-Pegi pamit sejak tanggal 11 Desember 2023, Setelah hampir 12 tahun berdiri, dan selama itu pula saya menggunakan aplikasi ini.

Pegi-Pegi Pamit
Pegi-Pegi Pamit

Paling sering, saya menggunakan pegi-pegi untuk membeli tiket kereta api, shuttle travel, atau booking hotel. Karena selain ada promo, menurut saya harga yang ditawarkan pegi-pegi ini paling murah dibandingkan dengan aplikasi lainnya seperti Traveloka, Booking.com, Tiket.com, atau Agoda. Setidaknya untuk hotel dalam negeri.

Layanannya juga bagus. Selama saya pesan hotel lewat pegi-pegi, saya belum pernah sekalipun zonk sih. Fotonya sesuai antara yang di aplikasi dengan aslinya. Bahkan beberapa kali saya dapat hotel yang aslinya lebih bagus daripada di foto. Sehingga saya sangat percaya dengan kredibilitas pegi-pegi dalam menyajikan layanan penjualan kamar hotel.

Pegi-Pegi pamit
Salah satu hotel yang saya pesan di Pegi-Pegi

Kalau tiket pesawat, beberapa kali saya beli di pegi-pegi. Biasanya kalau saya beli buat orang tua saya, atau beliin buat om dan tante saya. Sedangkan untuk saya sendiri, saya biasa beli di Maskapainya langsung, setelah saya kecewa sama Traveloka.

Baca juga: Akhirnya Saya Uninstall Traveloka

Sebelumnya ya saya pakai Traveloka, atau kalau saya lagi sibuk, saya minta tolong Mbak Poppy dari Duta Wisata Bandung. Beliaulah yang selama sekitar 10 tahun membantu saya mengatur jadwal penerbangan saya dan tim saya.

Iya, kadang untuk mengkoordinir puluhan penerbangan dalam satu hari, saya tak bisa sendiri. Harus dibantu oleh orang yang memang ahli di bidang tersebut.

Ada yang Disayangkan Ketika Pegi-pegi Pamit

Sebenarnya perasaan saya agak gimana gitu saat Traveloka mengakuisisi Pegi-Pegi dan Tiket.com. Dibilang kecewa ya kecewa sih. Karena kok Online Travel Agent (OTA) di Indonesia ini jadinya didominasi sama satu pemain? Monopoli gitu jadinya.

Apalagi waktu isu kartel tiket pesawat merebak. Dimana harga tiket pesawat meroket ke angkasa, dengan harga yang tidak masuk di akal saya saat itu. Hal yang membuat saya sempat absen cukup lama dalam penerbangan. Meskipun ya, saya masih sih terbang beberapa kali dalam satu tahun.

Semuanya mahal dan Pegi-pegi seperti kehilangan ciri khasnya. Harganya jadi “kembar” dengan Traveloka dan Tiket.com. Hanya beda warna saja.

Traveloka biru muda, pegi-pegi orange, dan Tiket.com biru tua. Selain itu, semuanya sama. Bahkan copywritingnya pun mirip-mirip. Kayak cuma diedit sedikit.

Di tengah persaingan dunia digital yang sangat personalized marketing, namun OTA andalan Indonesia malah menggunakan Mass Marketing. Nggak customized gitu loh. Sehingga saya pun merasa, perlahan-lahan kurang ada ikatan dengan aplikasi tersebut lagi. Atau istilah Digital Marketingnya adalah Engagement turun.

Perilaku Saya Bergeser Saat Beli Tiket dan Pesan Hotel

Oleh karena tidak adanya personalisasi lagi di OTA, mulailah saya bergeser ke KAI access untuk beli tiket Kereta Api. Lalu beli tiket pesawat ke website maskapai langsung. Pesan kamar hotel, telepon hotel secara langsung.

Saya tak lagi mengandalkan OTA sebagai Marketing Intermediaries.

Boleh jadi yang melakukan hal ini bukan hanya saya seorang. Melainkan banyak orang sehingga membuat OTA kehilangan konsumen berharganya. Sehingga akhirnya, berujung pada pamitnya pegi-pegi.

Bukan tidak mungkin ke depannya akan ada OTA yang bakal pamit lagi. Tiket.com misalnya. Bukannya nyumpahin, tapi ketika engagementnya terus-menerus turun, dan juga personalisasi mulai ditinggalkan oleh para pihak penyedia layanan aplikasi, ya akhirnya konsumen juga akan hengkang dengan sendirinya.

Tanggapan Saya Sebagai Pengamat Digital Marketing

Menurut pengamatan saya, kelak Traveloka akan menyatukan OTA yang ada di bawahnya. Tanda-tandanya, awalnya personalisasi dan branding antar-aplikasi dibikin sama dulu. Seragam. Kembar sampai ke fitur, UI, UX, dan copywritingnya.

Ketika pengalaman konsumen dalam menggunakan aplikasi sudah terbiasa “sama” antara OTA yang satu dengan lainnya, langkah selanjutnya adalah meleburnya dan menjadikannya 1 brand saja.

Biar ngirit pada saat melakukan marketing campaign, dan ngirit pajak juga. Toh yang penting tujuan utama mereka sudah tercapai. Yaitu mengantongi Data Konsumen.

Iya, konsumen. Termasuk aku, dan kamu juga.

So well, welcome to the Digital Society world. Dunia dimana Data lebih berharga dari emas dan permata.

Dadah, Pegi-pegi. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan dan petualangan saya selama hampir 12 tahun terakhir.

Arum Silviani

Lecturer, Travel Blogger and Founder of Antasena Projects

Add comment

AdBlocker Message

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by disabling your ad blocker.

AdBlocker Message

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by disabling your ad blocker.

Follow us

Don't be shy, get in touch. We love meeting interesting people and making new friends.