Sebuah kalimat yang dicetuskan oleh teman saya seorang lulusan Seni Rupa tahun 2010an, tentang penampilan. Biar belel tapi kharismatik mewakili perasaan orang-orang yang terlibat dalam bidang seni murni kala itu. Karena biasanya mereka lebih fokus untuk menghasilkan karya, daripada memperhatikan penampilannya. Satu kain “penyelamat” yang konon katanya mampu mengubah yang belel menjadi kharismatik adalah Batik. Wastra Nusantara yang juga kesukaan saya.
Respon Mahasiswa Ketika Saya Pakai Batik di Kelas
Setiap saya pakai batik untuk mengajar di depan kelas, pasti mahasiswa saya selalu bertanya,
“Ibu ada acara apa hari ini?”, “Ibu habis ini mau kemana?”, “Ibu mau ketemu siapa?”
Hampir semua mahasiswa saya bertanya begitu. Sampai saya bosan menjawabnya. Mereka benar-benar merasa ada hal yang tidak seperti biasanya, jika melihat saya menggunakan batik.
Percaya atau tidak, ketika saya mengajar menggunakan batik, mereka duduk lebih tegak, dan lebih nurut sih.
Ini menurut pengamatan saya ya…
Mungkin karena saya jarang mengenakan batik saat mengajar di kampus. Seringnya saya menggunakan blazer, kemeja, atau bahkan kemeja casual yang dipadankan dengan sneakers.
Beda dengan saat saya mengisi pelatihan untuk BUMN, atau Kementerian. Karena saya mengajar para bapak-bapak atau ibu-ibu, biasanya memang saya mengenakan batik. Supaya memberikan kesan serius dan juga menghormati audience yang rata-rata lebih senior dari saya. Menggunakan batik seperti semacam “dresscode” tak tertulis di kalangan tersebut.
Baca juga: Podcast Digital Business dengan ITB Press Bandung
Sedangkan di kalangan anak muda, mereka memiliki persepsi bahwa penggunaan Batik adalah untuk acara formal, acara penting, atau acara resmi lainnya. Termasuk diantaranya, jika mengikuti ujian mata kuliah saya. Tampilan mereka seperti ini nih:
Atau jika ada acara tertentu di kampus seperti Batik Day, rata-rata mereka menggunakan batik. Kesannya langsung beda pokoknya. Di mata saya, sepertinya mahasiswa saya terlihat lebih dewasa dan lebih mature jika mengenakan batik. Padahal biasanya…..ya gitu deh ya, pecicilan. Hehehe…
Nanti deh lain waktu saya ceritakan tingkah laku mereka di kelas.
Makna Batik Buat Saya
Batik memang bermakna cukup sakral buat orang Indonesia. Tidak tahu kenapa, kalau sedang pakai batik saya merasa wibawa dan kharisma saya bertambah. Atau hanya perasaan saya saja ya? Kalian nilai sendiri deh disini.
Biar belel tapi kharismatik. #Apasih?
Buat saya batik seperti identitas saya dan bagian dari hidup. Sejak dulu saya sudah mengoleksi batik dari segala penjuru Indonesia. Setiap daerah punya ciri khas batik tersendiri.
Apalagi sekarang batik tuh lucu-lucu motifnya. Warna-warni juga, sehingga bisa digunakan untuk segala suasana. Bisa dipadu padankan dengan blazer, sneakers, atau sepatu formal.
Wastra Nusantara Tak Hanya Batik Saja
Selain batik, saya juga suka mengoleksi kain etnik seperti tenun ikat khas Nusa Tenggara, Songket, baik itu dari Sumatera atau dari Sulawesi, Kain Endek dari Bali, atau Tenun. Ada tenun sutera khas Majalaya, Tenun Jepara, Tenun Sumba, dan tenun tradisional khas Lombok.
Baca juga: Cerita di balik Rona Wastra Nusantara
Biasanya, setiap ada acara penting, atau perhelatan yang melibatkan audience atau delegasi dari luar negeri, hampir dipastikan saya akan menggunakan Batik, atau tenun khas Indonesia. Berasa keren aja gitu. Beda dari yang lain. Seperti sedang menyatakan identitas saya, tanpa saya harus berkata-kata.
Setidaknya, ketika kita merasa diri kita keren, kita akan lebih percaya diri kan ya?
Add comment