Ini adalah sebuah cerita dari kelas mahasiswa Semester 2. Pengalaman jadi dosen selama lebih dari 10 tahun membuat saya ingin sharing ke teman-teman semua, bagaimana menghadapi mahasiswa masa kini yang seringnya minim literasi, lalu menyalahkan orang lain. Termasuk, menyalahkan dosennya.
Apakah ada mahasiswa seperti itu? Tentu ada. Banyak malah. Kalau saya ceritakan kasus demi kasus yang saya temui, tentunya blog ini akan sangat penuh. Oleh karenanya, disini saya akan sharing cara menghadapi mahasiswa macam tersebut.
Baca juga: Podcast with Institut Teknologi Bandung Press
Ketika ditanya Pertanyaan Mendasar, tidak bisa menjawab, tapi memutarbalikkan fakta
Ceritanya begini, saat itu saya tengah mengajar mata kuliah Fundamental. Semua mahasiswa adalah mahasiswa semester 2 ke atas. Secara level, mereka jelas sudah belajar di semester lalu tentang basic marketing theory di mata kuliah yang berbeda.
Jawaban atas pertanyaan saya ada di materi yang sudah disebarkan ke semua mahasiswa. Dosen yang mengajar juga sama. Saya. Hari itu saya hanya bertanya untuk intermezo, sebelum masuk ke materi yang lebih detil.
“What is the differences between marketing concept and sales concept?”
Saat saya bertanya, beberapa mahasiswa menjawab. Meskipun banyak diantara jawaban mereka masih keliru. Menurut saya tidak apa-apa. Karena memang seperti ini sebuah proses pembelajaran. Jadi kalau salah pun ya pasti dimaklumi.
Hal terpenting dalam sebuah diskusi kelas adalah, saya ingin melihat upaya mereka saat mengemukakan pendapat.
Lalu diskusi pun berlanjut.
Tiba-tiba ada satu mahasiswa nyeletuk ke saya, “Ibu nggak pernah ngajarin itu kok di kelas.”
Disitulah saya berhenti sejenak, lalu memberi tatapan khusus ke mahasiswa tersebut.
“Kamu yakin?” Tanya saya ngetes.
“Yakin bu. Belum pernah kok. Kapan ibu cerita?” Masih kekeuh dia.
Buat dosen, tentunya ini sangat-sangat menjengkelkan.
Setiap materi mata kuliah saya, saya ketik dengan tangan saya. Saya juga sampaikan dengan mulut saya. Bahkan waktu dan tanggal saya bicara pun tercatat semua di notebook saya. Saya terbiasa membuat laporan dan evaluasi per kelas, untuk melihat perkembangan kompetensi mahasiswa.
Sehingga tidak mungkin saya mengajar, tapi tidak menjelaskan hal dasar di mata kuliah yang sifatnya fundamental.
Namun karena mahasiswa tersebut masih kekeuh, saya yang tadinya tak menghiraukan pun akhirnya menatapnya dengan tatapan “sopan” baca: tajam.
“Kamu itu sedang gaslighting ke saya. Tapi nggak mempan. Karena dengan begitu terlihat sekali kamu sedang membodohi diri sendiri.”
Lalu setelahnya saya berikan pengertian, “Di dunia nyata, berlakulah yang jujur. Kalau tidak ingat, jawab tidak ingat. Jangan meniadakan apa yang sudah terlewati. Biasakan cek fakta dulu, jangan mulut duluan yang keluar suara. Malu-maluin namanya.”
“Harus terlihat bedanya kalau anda memang orang berpendidikan. Ada sopan, santun, berpikir, dan tabayyun.”
“Apa perlu saya rekam kata-kata ini?” Tanya saya.
“Sudah ibu, aku rekamin biar nggak kelupaan.” Ternyata ada rekannya yang nyeletuk dari belakang. Gue mau ngegas, nggak jadi deh.
Sehingga selama beberapa menit ke depan, saya tidak meneruskan materi. Tapi menanamkan kepada seluruh mahasiswa soal menjunjung tinggi etika dan adab terlebih dahulu, sebelum menuntut ilmu.
baca juga: Lulus S1, Kerja dulu atau lanjut kuliah S2?
Lesson Learned:
Pengalaman jadi dosen bertahun-tahun mengajarkan saya bagaimana menghandle aneka kelakuan dan keunikan setiap mahasiswa.
Namun demikian, buat rekan-rekan yang baru jadi dosen, pastinya bingung bagaimana cara menghadapinya. Menurut saya, jangan pernah gentar jika ada mahasiswa yang bersikap tidak sopan, atau menyepelekan kita..
baca juga: Jadi dosen, Pilihan atau Panggilan hati?
Kita sebagai dosen adalah seorang Pilot di kelas. Jika ada yang salah, wajib kita tegur. Kemudian kita luruskan. Jika tidak, maka akan berbahaya buat mahasiswa lainnya. Boleh jadi mereka salah tanggap, salah dalam memaknai kata-kata dosen. Akhirnya ramai di media sosial mahasiswa menjelekkan dosennya.
Arum Silviani
Lecturer, Founder Antasena Projects
Add comment