Hai kalian, apa kabar disana? Semoga kalian sehat selalu ya. Baik lahir, juga batinnya. Buat kita yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, sekarang sering banget kita memulai hari dengan langit mendung ya… Bahkan beberapa hari ini, baju saya suka basah sebelum masuk kelas. Karena hujannya tuh nggak pakai aba-aba gitu loh…tau-tau deras.
Seperti ketika saya ke Banda Aceh, selalu saja turun hujan. Sejak pesawat saya landing, hingga jadwal piknik saya dijalani. Kayaknya memang Banda Aceh tuh sengaja ngasih water salute ke saya.
Tapi…nggak apa-apa. Justru dengan rintik hujan, kita bisa mengenang sebuah perjalanan yang menawan.
Ada apa di Banda Aceh?
Apa yang bakal kalian lakukan kalau hanya punya waktu sehari di Banda Aceh? Bisa lihat apa saja? Boleh jadi kalian bingung kan, mau kemana.
Apa bisa dalam sehari mengunjungi banyak tempat? Aman nggak? Transportasinya bagaimana? Ada ojol nggak? Makanannya mahal nggak? Pasti hal tersebut terpikirkan dalam benak kalian. Karena saat saya pertama kali ke Banda Aceh, saya juga berpikir begitu. Galau.
Banda Aceh memang tidak se-familiar kota wisata populer seperti Jogja, Bali, atau Bandung. Banyak diantaranya yang masih meraba-raba tentang informasi dan suasana Serambi Mekkah ini. Bahkan ada juga yang masih beranggapan bahwa, Banda Aceh itu tidak aman.
Padahal, kota ini insyaAllah aman.
Baca juga: Keliling Banda Aceh sama kamu
Sekilas tentang Kota Banda Aceh
Banda Aceh adalah kota kecil, sehingga kemana-mana dekat. Meskipun kecil, kalian nggak usah takut tentang transportasi. Ada bentor, labi-labi, taksi, bahkan sekarang sudah ada Ojol seperti Gojek, Grab, dan Indrive.
Dari Bandara menuju Kota (Masjid Baiturrahman), kita bisa memilih transportasi Damri. Harga sekitar Rp20.000/orang.
Atau kalau mau cepat, bisa naik taksi juga sekitar Rp90.000. Jangan lupa kasih tips ya ke drivernya. Nggak banyak juga nggak apa-apa, karena ini bagian dari tradisi masyarakat Banda Aceh.
Makanan di Kota Banda Aceh
Makanan juga aman terutama untuk kita traveler muslim. Setiap kedai, restaurant, atau tempat makan di kota ini hanya menjual makanan halal. Harganya juga cukup terjangkau.
Kalau kalian mau irit juga bisa. Mulai dari Rp5000 saja kalian sudah bisa menikmati secangkir kopi sanger berkualitas. Atau kalau mau makan berat, sekitar Rp12.000-20.000 saja sudah bisa makan kenyang.
Itinerary Sehari di Banda Aceh
Ini yang biasanya saya lakukan kalau sedang di Banda Aceh, dan tidak punya waktu banyak. Dari Bandara Sultan Iskandar Muda biasanya saya menuju Masjid Baiturrahman, Makan siang di Restaurant Aceh Rayeuk, lanjut ke PLTD Apung, Kapal Lampulo, Museum Tsunami, Pantai Ulee Lheue, Makan Mie Aceh.
Lengkapnya begini…
Masjid Baiturrahman
Masjid Baiturrahman adalah salah satu masjid terindah yang pernah saya kunjungi. Halamannya luas, arsitekturnya mirip Taj Mahal di India sana.
Di dalam masjid juga interiornya indah. Lantai marmernya membuat kita betah shalat berlama-lama di masjid ini.
Cerita tentang Masjid Baiturrahman ada disini.
Makan Siang di Rumah Makan Aceh Rayeuk
Setelah shalat biasanya kita lapar. Buat saya, makan di Rumah Makan Aceh Rayeuk adalah pilihan tepat. Saya suka makan udang galah tumis Aceh dan Ayam tangkap di restaurant ini. Minumnya kelapa muda asli.
Review lengkap rasa Ayam Tangkap Aceh dan Restaurant yang menjualnya sudah pernah saya ulas disini.
Mengeksplore Monumen PLTD Apung
PLTD Apung tadinya adalah stasiun pembangkit tenaga listrik tenaga Diesel lepas pantai pertama di Indonesia.
Ketika Tsunami melanda Banda Aceh, kapal berukuran luas 1900m2 dan panjang 63m ini terseret gelombang pasang setinggi 9 meter. Sehingga kapal terhempas ke jantung kota Banda Aceh sejauh 5 km. Dahsyat ya?
Sekarang, PLTD Apung dijadikan monumen dan boleh dikunjungi oleh wisatawan secara gratis. Kalau kalian bawa kendaraan, kalian cukup bayar uang parkir saja.
FYI, kalau masuk waktu shalat, monumen ini akan tutup sementara. Jadi perhatikan jadwal kunjungan kalian ya.
Menyaksikan Keajaiban di Kapal Lampulo (Kapal di atas rumah)
Kapal ini disebut “Kapal Nuh Masyarakat Aceh.” Jadi saat tsunami tahun 2004 lalu, kapal kayu dengan bobot 20ton ini terseret ke perumahan warga yang berjarak kurang lebih 1 km dari tepian sungai. Sebelum tsunami, Kapal kayu ini baru selesai diperbaiki di docking Kapal Lampulo.
Namun sebelum diambil oleh pemiliknya, kapal sudah keburu mendarat di atap rumah warga.
Siapa yang menyana bahwa kapal ini dikirimkan Allah untuk menjadi jalan penyelamat bagi 59 orang warga Lampulo. Berkat pertolongan Allah melalui kapal ini, warga tersebut memiliki tempat berlindung dari ganasnya hempasan gelombang Tsunami.
Biaya masuk ke tempat ini gratis. Tapi kalau kalian mau infak, dipersilakan.
Perjalanan saya ke Kapal Lampulo pernah saya ceritakan disini.
Museum Tsunami Banda Aceh
Tak jauh dari lokasi Kapal Lampulo, ada Museum Tsunami Aceh. Museum ini dirancang oleh M. Ridwan Kamil, Dosen ITB sekaligus mantan Gubernur Jawa Barat. Desain museum ini unik, mengambil tema Rumoh Aceh atau bangunan rumah panggung yang menjadi ciri khas rumah tradisional Aceh.
Motif dinding bagian luar Museum diadaptasi dari tari saman. Di dalamnya terdapat sumur doa yang dindingnya bertuliskan nama korban tsunami 2004.
Ulasan lengkapnya pernah saya tulis disini.
Menunggu senja di tepi Pantai Ulee Lheue
Pantai ini indah, dengan air laut jernih dan udara yang segar. Sangat cocok jika ditemani secangkir kopi Sanger, atau jagung bakar.
Ulasannya disini.
Jika sore tiba, maka akan banyak pedagang di sepanjang tepi pantai. Kalian patut mencoba jagung bakar pedas di tempat ini. Harga bervariasi, sekitar Rp10.000-15.000/jagung. Ukurannya besar dan rasanya sangat manis.
Bumbunya juga unik. Pedas manis, perpaduan antara cabai asli, mentega, bawang putih, dan bumbu rahasia khas Aceh. Bahkan kalian pecinta pedas boleh request level kepedasannya. Rasanya beda dengan yang biasa ditemukan di pulau jawa.
Makan Malam di Kedai Mie Razali
Kalau masih lapar, kalian bisa makan malam di Kedai Mie Razali. Rasanya, enak, harga juga terjangkau. Reviewnya pernah saya tulis disini.
Nah, itu dia catatan perjalanan saya Sehari di Banda Aceh. Hampir setiap ke Banda, saya menjalankan itinerary ini. Sebagian karena saya gabut, sebagian lagi karena saya memang senang napak tilas.
Post Terkait:
- Review Kapal Cepat Banda Aceh-Sabang
- Jiwaku bergetar di Tugu Nol Kilometer Sabang
- Melepas Romansa Senja di Pantai Iboih, Pulau Weh
- Cerita Nostalgia Bumi Serambi Mekah
- Gagal Lagi ke Sabang!
Semoga bermanfaat ya.
Salam traveling!
Arum Silviani.
Add comment