Sore itu, sebelum memburu terbenamnya matahari di Pantai Watu Layar, saya dan teman-teman diajak mengunjungi Kelenteng Cu An Kiong. Sebuah Kelenteng yang terletak di Jl. Dasun No. 19, Soditan, Kecamatan Lasem. Sepelemparan batu dari Rumah Candu, atau sekitar 950 meter dari Rumah Merah Heritage.
baca juga: Itinerary Wisata Lasem Jawa Tengah, Dua Hari Nggak Sampai Sejuta!
Rangkuman Perjalanan Dua Hari di Lasem:
- Bernostalgia dengan perabot kuno di Waroeng Lasem
- Belanja batik Tiga Negeri di Oemah Batik Lasem
- Menyusuri jajaran rumah tua di Kampoeng Heritage Desa Karangturi Lasem
- Mengenal Warung Kesengsem Lasem, pusat nongkrong anak muda Lasem yang hits
- Sejenak menyapa Opa Lo, Pemilik Rumah Opa Oma Lasem
- Mengulik Arsitektur Kelenteng Cu An Kiong Lasem, Klenteng Pertama di Pulau Jawa
- Mengenal Kong Co The Three Musketeers of Lasem di Kelenteng Gie Yong Bio
- Bertamu ke Rumah Tegel Lasem
- Menikmati Tenggelamnya Sang Surya di Pantai Watu Layar, Lasem
- Itinerary Wisata Lasem, Dua Hari nggak sampai sejuta!
- Homestay Rumah Merah, Penginapan Tiongkok Kecil Heritage Lasem yang memanjakan mata
- Menginap di Wisma Pamilie, Rumah Oei Lasem
Kelenteng Cu An Kiong Berdiri Sejak Abad ke-14
“Sayang jika tak mampir.” demikian dikatakan oleh tour guide kami dari Vakansinesia. Lebih lanjut, guide kami bercerita bahwa Kelenteng Cu An Kiong Lasem didirikan sekitar abad ke-14. Informasi ini didapat dari pengurus kelenteng yang pernah mengunjungi museum di Den Haag, Belanda. Beliau menemukan catatan bahwa Kelenteng ini dibangun pada tahun 1477 Masehi. Dikatakan demikian karena pada peta Lasem yang dibuat pada tahun itu, lokasi Kelenteng Cu An Kiong sudah tertera pada peta tersebut.
Diperkirakan, Kelenteng ini didirikan saat rombongan pertama Laksamana Cheng Ho berlabuh di Pulau Jawa tahun 1405. Dengan demikian, Kelenteng ini menjadi Kelenteng pertama di Pulau Jawa, sekaligus Kelenteng tertua di Indonesia.
baca juga: Kelenteng Sam Poo Kong, Saksi Bersauhnya Laksamana Cheng Ho
Tak Banyak Catatan yang Tersisa di Kelenteng Cu An Kiong
Kelenteng Cu An Kiong, dalam bahasa Mandarin artinya Istana Ketentraman Welas Asih. Kelenteng ini sarat akan sejarah dan cerita. Namun sayangnya, pada masa itu orang Tionghoa yang datang ke Nusantara bukanlah orang yang terpelajar dan bisa baca tulis, sehingga tidak banyak catatan tentang Kelenteng ini yang terdokumentasikan.
Naskah Carita Sejarah Lasem yang pernah ada pun dihancurkan oleh Belanda, saat mereka menjajah Jawa. Alasannya adalah, penjajah kesulitan jika Wong Lasem bersatu. Akhirnya mereka memecah belah Wong Lasem dengan memelencengkan sejarah, membakar habis kitab-kitab kuno, dan menghancurkan bangunan bersejarah seperti candi, Kelenteng, dan bangunan lainnya (Sumber: Wikipedia).
Jahat banget ya ampun….saya tuh suka gagal paham dengan orang yang berusaha menghilangkan jejak sejarah, hanya karena takut kalah.
baca juga: Berkeliling ke Pagoda Ekayana Tomohon
Ya sudah lah ya, toh mereka sudah pindah ke alam lain juga. Daripada sedih, kita lihat aja yuk Saat Si Obin beraksi.
Menilik Arsitektur Bangunan Kelenteng Cu An Kiong Lasem
Hamparan halaman Kelenteng Cu An Kiong yang luas mengingatkan saya pada Kelenteng Sam Poo Kong di Semarang. Sekitarnya banyak pepohonan sehingga menjauhkan kesan gersang pada bangunan ini. Dua patung singa berwarna emas seolah menjaga bangunan bersejarah ini.
Pada awalnya, Kelenteng Cu An Kiong dibangun dengan menggunakan kayu jati yang tumbuh di sekitar Sungai Babagan. Hingga saat ini, tiang penyangga utama Kelenteng yang terbuat dari kayu jati tersebut belum pernah diganti. Kebayang kan, betapa tua dan kokohnya kayu ini?
baca juga: Menyusuri Jajaran Rumah Tua di Kampoeng Heritage Desa Karangturi Lasem
Terdapat pula cerita bahwa ketika perekonomian warga Tionghoa di Lasem sudah membaik, Kelenteng Cu An Kiong dipugar, selanjutnya para ahli ukir didatangkan dari Guangdong untuk mempercantik Kelenteng ini. Para ahli ukir tersebut juga mengajarkan penduduk setempat untuk membuat ukiran dari kayu.
Sayangnya, sore itu Kelenteng sudah tutup sehingga kami tak bisa menyusuri bangunan yang didominasi warna pink dan merah ini. Kami hanya mendengar cerita dari guide kami bahwa di dalam sana, terdapat gambaran dua tokoh Tionghoa Lasem di daun pintu kelenteng. Kedua tokoh tersebut adalah Bi Nang Un dan istrinya, Na Li Ni. Mereka berdua merupakan orang yang mengajarkan membatik pada warga Jawa.
baca juga: Menyapa Opa Lo Geng Gwan, Pemilik Rumah Opa Oma Lasem
Ahli Ukir dan Batik Itu Berasal Dari Negeri Cina
Bicara tentang ahli ukir dari Guangdong, salah satu ahli ukir yang terkenal adalah Thiang Sun King yang kemudian diabadikan menjadi nama sebuah desa di Kudus yaitu Desa Sunggingan. Ahli ukir lain yang juga terkenal adalah Tee Ling Sing, yang kemudian disebut sebagai Kyai Telingsing.
Sedangkan Bi Nang Un dan Na Li Ni, mereka adalah tokoh penting bagi keberadaan batik Lasem, sekaligus perkembangan batik di Nuswantara, atau saat ini kita kenal sebagai tanah air kita, Indonesia.
baca juga: Belanja Batik Tiga Negeri di Oemah Batik LasemMendengar nama tokoh-tokoh pembangun Lasem disebutkan, saya merasa de ja vu. Nama-nama tersebut tidaklah asing di telinga saya. Dahulu, saat saya tinggal bersama dengan kakek dan nenek saya, Kakek saya sering menyebut nama itu.
Sambil ditemani secangkir kopi dan menghisap rokok dari pipa gadingnya, beliau mendongeng tentang sejarah ukiran Jepara dan Kudus yang dibawa oleh Kyai Telingsing, juga soal seorang tokoh bernama Binangun. Hanya saja, saat ini saya baru tahu bahwa sebutan Kyai Telingsing berasal dari Tee Ling Sing, dan Binangun yang dimaksud kakek saya adalah Bi Nang Un. Seorang tokoh penting yang memperkenalkan cara membatik ke Nusantara.
Anyway, stay tune terus ya di website ini. Saya akan mengulas banyak sekali hal tentang Lasem, baik itinerarynya, makanannya, penginapannya, juga kulinernya tentu. Kalian bisa baca di link yang telah saya berikan. Happy reading guys!
Add comment