Kelenteng Gie Yong Bio merupakan Kelenteng yang didirikan oleh warga Tionghoa di Lasem, untuk menghormati Tiga orang leluhur yang gugur dalam perang melawan VOC tahun 1742-1750. Dalam sejarah, perang tersebut dikenal sebagai Perang Godou Balik. Kelenteng ini berdiri tahun 1780, dan merupakan Kelenteng termuda dibandingkan dengan Kelenteng lain yang ada di Lasem (Sumber: Narasi di Kelenteng Gie Yong Bio, Lasem).
baca juga: Kelenteng Cu An Kiong, Kelenteng Tertua di Nusantara
Rangkuman Perjalanan Dua Hari di Lasem:
- Bernostalgia dengan perabot kuno di Waroeng Lasem
- Belanja batik Tiga Negeri di Oemah Batik Lasem
- Menyusuri jajaran rumah tua di Kampoeng Heritage Desa Karangturi Lasem
- Mengenal Warung Kesengsem Lasem, pusat nongkrong anak muda Lasem yang hits
- Sejenak menyapa Opa Lo, Pemilik Rumah Opa Oma Lasem
- Mengulik Arsitektur Kelenteng Cu An Kiong Lasem, Klenteng Pertama di Pulau Jawa
- Mengenal Kong Co The Three Musketeers of Lasem di Kelenteng Gie Yong Bio
- Bertamu ke Rumah Tegel Lasem
- Menikmati Tenggelamnya Sang Surya di Pantai Watu Layar, Lasem
- Itinerary Wisata Lasem, Dua Hari nggak sampai sejuta!
- Homestay Rumah Merah, Penginapan Tiongkok Kecil Heritage Lasem yang memanjakan mata
- Menginap di Wisma Pamilie, Rumah Oei Lasem
Tentang Perang Godou Balik, Perlawanan Wong Lasem Terhadap VOC
Singkat saya bercerita, dalam Perang Godou Balik, perlawanan masyarakat Lasem terhadap VOC saat itu dipimpin oleh 3 bersaudara. Mereka bukanlah saudara sekandung, melainkan saudara angkat yang menjalankan sumpah bersama.
Ketiga sosok luar biasa tersebut adalah Raden Ngabehi Widyaningrat (Oei Ing Kiat), Adipati lasem tahun 1727-1743 dan Mayor Lasem 1743-1750. Raden Panji Margono, putra Tejakusuma V, seorang Adipati Lasem pada tahun 1714-1727. Lalu Tan Kee Wie, pendekar Kungfu dan pengusaha di Lasem. Mereka adalah Three Musketeers dalam dunia nyata.
baca juga: Mampir ke Vihara Dewi Kwan Im Belitung Timur
Saat menulis artikel ini, bulu kuduk saya berdiri. Bukan karena takut tentunya, melainkan saya terkagum-kagum dengan semangat para pemimpin Lasem. Mereka bersatu padu meskipun tak sedarah. Mereka mengajarkan kita untuk membela Nuswantara hingga titik darah penghabisan, tak peduli darimana keturunan kita berasal.
Secara garis keturunan dan kekuasaan, ketiganya bisa saja memilih hidup nyaman. VOC tentunya tidak akan berani mengusik para bangsawan dan pengusaha terkemuka di Lasem. Tapi mereka bertiga tidak memilih untuk hidup nyaman sendiri. Mereka memilih membela bangsa dan mempertahankan tanah air, meskipun tebusannya adalah darah dan nyawa mereka.
baca juga: Kelenteng Sam Poo Kong, Saksi Bersauhnya Laksamana Cheng Ho di Jawa
Gugurnya The Three Musketeers of Lasem dan Sejarah Kelenteng Gie Yong Bio
Setelah bertarung di medan perang, The Three Musketeers of Lasem, ketiganya gugur dengan terhormat dan gagah berani.
Raden Ngabehi Widyaningrat (Oei Ing Kiat), Beliau gugur di Layur. Sebuah tempat di Lasem utara pada tahun 1750, dan dimakamkan di Gunung Bugel, Lasem.
Raden Panji Margono, beliau gugur di Karang Pace, Narukan, Lasem Barat pada tahun 1750 dan jasadnya bersemayam dengan tenang di Dorokandang, Lasem.
Tan Kee Wie sang pendekar kungfu, Beliau gugur di selat antara Pulau Mandalika dan Ujung Watu, Jepara. Perahunya tertembak meriam VOC dalam perjalanan hendak menggempur VOC di Jepara pada tahun 1742. Jasadnya bersemayam dipeluk bumi.
baca juga: Menyapa Opa Lo Geng Gwan, Legenda Hidup Lasem
Diantara ketiga putra kebanggaan Lasem tersebut, Raden Panji Margono adalah satu-satunya pribumi Jawa dan beragama Islam. Namun demikian, kiprah dan perjuangannya tak bisa dilupakan begitu saja oleh masyarakat Tionghoa di Lasem. Oleh karenanya, seperti halnya Tan Kee Wie dan Oey Ing Kiat, Raden Panji Margono pun dihormati sebagai Kong Co dan dibuatkan rupang khusus untuknya yang diletakkan di atas altar Kelenteng Gie Yong Bio.
Kong Co berasal dari kata Gong Zu, yaitu sebutan umum yang digunakan untuk merujuk kepada para Pahlawan Leluhur yang dimuliakan oleh etnis Cina dan dipuja dalam Klenteng. Panggilan Kongco menunjukkan keakraban antara para pemuja dengan sang Pahlawan Leluhur sebagaimana cucu buyut dengan kakek buyut mereka sendiri (Sumber: Wikipedia).
Dengan demikian, Kelenteng ini merupakan satu-satunya Kelenteng di Indonesia yang mempunyai Kong Co orang pribumi, yaitu Raden Panji Margono.
Add comment