Summer Strike Netflix saya temukan secara tidak sengaja. Jadi ceritanya beberapa waktu lalu saya lagi bosan dengan tontonan yang berat-berat. Saya butuh healing. Karena ternyata, setelah sibuk kerja, capek juga ngikutin serial Netflix tentang Detektif, Misteri, Thriller, Politik, atau bahkan drama penuh konflik. Alih-alih terhibur, otak saya malah tambah lelah.
Akhirnya saya mulai searching drama atau film bertema healing di Netflix. Drama yang masuk akal, nggak terlalu berat, dan sangat manusiawi. Saya ingin nonton serial yang konfliknya nggak usah terlalu banyak, tapi ceritanya mengalir gitu. Bikin kita relate dengan keadaan, sehingga berasa ada teman senasib.
Pemeran Summer Strike Netflix
Setelah mengklik tombol search, saya menemukan Drama Korea yang judulnya Summer Strike. Saya bukan penggemar Kpop. Jadi saya pun nggak begitu ngeh kalau Mbak berwajah manis bernama Seol Hyun yang jadi pemeran utama serial ini ternyata anggota girl band yang cukup populer.
Seol-Hyun dipasangkan dengan Im Si Wan. Nah kalau yang cowok saya sudah tahu lama, karena Im Si Wan ini aktingnya bagus dan drama maupun film yang dibintanginya bikin mikir biasanya. Sebut saja Misaeng, Emergency Declaration, Unlocked, atau Squid Game 2. Saya rasa Im Si Wan ini aktor yang spesialisasinya untuk akting kelas berat.
Baca juga: Desa Wae Rebo Flores
Alur Cerita Summer Strike
Lanjut ke Summer Strike, saat saya baca sinopsisnya sekilas, cukup menarik. Hingga akhirnya saya mulai nonton episode satu.
Tak seperti drama korea pada umumnya yang episode pertama adalah pertemuan dramatis (baca: saling srudug) antara lead female star yang biasanya adalah upik abu dengan Lead male star prince charming yang keturunan chaebol, atau adegan konflik kekerasan yang langsung bikin kita ngos-ngosan antara lihat gambar atau lihat translate-an. Drama ini diawali dengan realita pekerja kantoran sehari-hari.
Lee Yeo Reum (Seol Hyun) yang tinggal di Seoul harus berjibaku dengan pengguna subway lainnya demi menuju tempat kerja. Bangun saat matahari masih belum bersinar, tak sempat sarapan, make-up seadanya, keluar rumah buru-buru, berlari mengejar subway, sampai stasiun masuk kereta umpel-umpelan, dan akhirnya, ketika sampai kantor penampilan sudah awut-awutan.
Keadaan ini mengingatkan saya pada jam sibuk Commuterline Jakarta yang hectic. Apalagi kalau sudah transit di Stasiun Manggarai. Cukup dramatis lah pokoknya. Intinya sih ini realita yang sama, yang dihadapi oleh sebagian besar karyawan yang bekerja di kota besar.
Iya, realitanya hidup di Seoul mirip kok kayak di Jakarta. Bedanya kalau di Jakarta orang nggak setega itu nyerudug orang lain. Masih pakai permisi, juga basa-basi. Kalau di Korea semua pali-pali. Harus cepat. Kalau kamu nggak cepat, ya kamu harus siap dikucilkan dan kalah dalam persaingan.
Bekerja dengan Rekan Kerja dan Atasan yang Toxic
Selanjutnya, kondisi kantor Lee Yeo Reum pun sama tidak nyamannya dengan hecticnya Seoul di pagi hari. Boleh dibilang lingkungan kerja Yeo-Reum ini toxic. Atasan toxic, nggak mau kerja tapi mau ngambil kredit atas hasilnya. Tidak menghargai kinerja bawahan, bossy, dan korup. Rekan kerja juga tidak saling mendukung. #RIP team work. Hampir semua sibuk cari aman sendiri. Dalam pergaulan mereka, semua diukur berdasarkan materi dan status yang dipunya.
Pada drama ini juga ditunjukkan sikap orang Korea yang tak jarang saling merendahkan satu sama lain. Hal yang membuat saya ngenes sekaligus merasa kasihan sama warga Korea. Negara maju, tapi nggak open minded sama sekali.
Mungkin akibat dari persaingan yang ketat, juga mono etnis. Sehingga hampir tidak ada toleransi bagi mereka yang berbeda dari lingkungannya, atau tak memenuhi standar sosial. Setidaknya demikian pemikiran saya.
Summer Strike yang memberikan gambaran asli “Hell Joseon”, tanpa diromantisasi
Summer Strike menyajikan realita tentang kehidupan di Korea yang berat, penuh tekanan, penuh tuntutan sosial, sehingga banyak yang depresi hingga angka bunuh diri yang tinggi.
Ini menarik!
Drama ini hampir nggak ada bumbu -bumbu micin indahnya dicintai oleh pangeran konglomerat yang ganteng, manakala hidup lagi capek-capeknya.
Baca juga: Information overload sebagai penyebab utama anxiety
Tidak ada Oppa-Oppa yang cool tapi baik hatinya nongol pas tokoh utama diomelin bos. Tidak ada Oppa ganteng yang bikin para ABG Indonesia sibuk nge-halu untuk bisa “pindah kewarganegaraan” ke Korea. Biar bisa ketemu dan nikah sama oppa atau Ajushi rasa oppa.
Di drama ini kita diajak menghadapi tuntutan society. Ditambah, kemudian Yeo Reum mengalami musibah yang membuatnya kehilangan makna hidup.
Setiap hari ia berangkat ke kantor, pulang kantor, tidur, berangkat lagi. Begitu seterusnya. Ia terpaksa melakukan rutinitas ini semua, hanya sekedar untuk bertahan hidup.
Saat Melawan Arus, Mungkin kita bisa merasakan kehidupan yang baru
Suatu pagi Yeo Reum hendak berangkat ke kantornya seperti biasa. Namun karena kondisi kereta yang penuh, ia pun terdorong keluar di sebuah stasiun. Semula ia hendak masuk lagi ke dalam kereta, namun kereta tersebut keburu jalan.
Saat menunggu kereta berikutnya, ia melihat ke luar jendela stasiun. Di luar sana lengang. Kondisi yang tentunya jauh berbeda dengan kondisi lalu lintas di Seoul yang selalu padat oleh kendaraan.
Lalu Yeo Reum memutuskan untuk naik ke kereta dengan tujuan berlawanan arah dengan Seoul. Ia kaget melihat kondisi kereta yang kosong, tenang, dan penumpang yang duduk di kereta tersebut pun terlihat santai, damai. Yeo Reum memaknainya seperti “dua dunia” yang berbeda.
Selanjutnya Yeo Reum mengambil keputusan yang “sangat nekat” buat orang seusianya. Masih muda, cantik, punya pekerjaan dan punya tempat tinggal di Seoul. Tapi Yeo Reum memilih untuk resign dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna di sebuah desa bernama Angok.
Baca juga: Finally Moving!
Drama yang slow paced tapi tidak membosankan
Selanjutnya alur drama Summer Strike ini tergolong slow paced. Beneran se-slow itu, tapi saya justru malah menikmatinya. Mulai dari Yeo Reum yang berkemas di apartemennya, membawa barang yang mampu ia bawa di pundaknya, naik bus ke desa, hingga berjalan keliling desa Angok untuk mencari rumah kontrakan yang akan ia tinggali.
Sesaat setelah pindah, Yeo Reum mengkalkulasi berapa tabungan dan dana darurat yang ia miliki saat ini. Dari hasil perhitungannya, paling tidak ia bisa bertahan selama satu tahun hidup sederhana di desa Angok tanpa bekerja.
Disitu Yeo Reum juga mengalami penyesalan karena selama empat tahun mati-matian bekerja, uang tabungannya tak seberapa.
Sebagian besar gajinya selama ini habis untuk membeli pakaian, perabotan, souvenir, sepatu, dan anehnya, ia membeli bukan karena butuh. Melainkan karena ingin punya saja. Karena lucu, untuk koleksi, sedang tren, dll. Padahal akhirnya semua itu hanya menumpuk di lemarinya. Tanpa pernah disentuh lagi setelah ia beli.
Anyone relate?
Baca juga: Memulai Hidup Minimalis buat si Maksimalis, bisa nggak?
Summer Strike Memperlihatkan Proses Bertumbuh
Disini saya kagum dengan karakter Yeo Reum yang digambarkan di drama Summer Strike Netflix ini. Dia berani mengambil keputusan ekstrem dalam waktu singkat, tapi dengan perhitungan yang masuk akal. Tidak seperti drama korea pada umumnya yang jika memutuskan sesuatu, langsung makjreng tanpa terlihat betapa berdarah-darah prosesnya. Tau-tau sukses. Tau-tau kehidupan berubah 180 derajat.
Setiap harinya, Yeo Reum menghabiskan waktu di perpustakaan desa. Ia sempat terlibat konflik dengan beberapa warga desa. Mereka heran melihat Yeo Reum yang pengangguran dan tak bekerja. Ada yang nyinyir, usil, juga sering mengganggu Yeo Reum.
Kondisi ini menunjukkan bahwa nggak di Indonesia, nggak di Korea, desa juga tak seramah itu. Jika tinggal di desa, harus siap dengan nyinyirnya, julidnya, juga sikap ikut campur warganya. Meskipun, toh namanya warga desa, tetap saling menolong jika salah satunya tertimpa musibah.
Di desa ini, Yeo Reum bertemu dengan Ahn Dae Bom (Im Si Wan). Seorang pria introvert yang ternyata jenius matematika. Kehidupan Ahn Dae Bom yang diceritakan di drama ini pun tak mulus seperti potret orang jenius di drama Korea pada umumnya.
Baca juga: Loe Mien Toe Cafe, Tempat nongkrong yang damai buat para introvert
Jenius tak selalu membawa bahagia
Kejeniusan seseorang seringkali jadi boomerang bagi dirinya. Itulah yang dialami oleh Ahn Dae Bom. Ia yang kuliah di kampus ternama di Korea, justru dimanfaatkan oleh dosen pembimbingnya untuk menyelesaikan penelitiannya.
Banyak makna yang bisa diambil dari drama yang berdurasi 24 menit setiap episodenya ini. Meskipun demikian, mengingat Summer Strike Netflix adalah drama Korea, tetap ada konflik dan misterinya. Mungkin sang penulis atau sutradara ingin drama ini nggak terlalu slow paced. Biar ada gregetnya, begitu.
Lesson Learned
Secara keseluruhan, Summer Strike Netflix ini memenuhi ekspektasi saya yang ingin nonton sambil healing. Jangan berharap ada cerita cinderella dan pangeran berkuda putih disini, karena Drama ini menyodorkan realita.
Meskipun demikian, menurut saya ini drama yang sempurna. Pemandangan pada setting drama, akting pemainnya yang sederhana, alur cerita yang tak berbelit-belit, mampu membuat drama yang biasa saja menjadi layak untuk ditonton sampai selesai.
Happy Watching!
Add comment