Matahari belum terlalu tinggi saat saya tiba di Rumah Oei Lasem. Sebuah bangunan kuno bergaya perpaduan arsitektur Tionghoa dan Eropa yang memukau mata saya.
Kali itu, saya berniat makan siang di Rumah keluarga Oei, yang kini terbuka lebar untuk siapa saja yang bertandang ke Kota Lasem. Termasuk jika ingin bermalam di dalamnya, demi merasakan sensasi menginap di bangunan berusia lebih dari 200 tahun ini.
Perjalanan Lasem lainnya dapat kalian lihat disini:
- Bernostalgia dengan perabot kuno di Waroeng Lasem
- Belanja batik Tiga Negeri di Oemah Batik Lasem
- Menyusuri jajaran rumah tua di Kampoeng Heritage Desa Karangturi Lasem
- Mengenal Warung Kesengsem Lasem, pusat nongkrong anak muda Lasem yang hits
- Sejenak menyapa Opa Lo, Pemilik Rumah Opa Oma Lasem
- Mengulik Arsitektur Kelenteng Cu An Kiong Lasem, Klenteng Pertama di Pulau Jawa
- Mengenal Kong Co The Three Musketeers of Lasem di Kelenteng Gie Yong Bio
- Bertamu ke Rumah Tegel Lasem
- Menikmati Tenggelamnya Sang Surya di Pantai Watu Layar, Lasem
- Itinerary Wisata Lasem, Dua Hari nggak sampai sejuta!
- Homestay Rumah Merah, Penginapan Tiongkok Kecil Heritage Lasem yang memanjakan mata
- Menginap di Wisma Pamilie, Rumah Oei Lasem
Pintu Rumah Oei Lasem yang berukuran besar
Seperti umumnya bangunan di daerah Karangturi, Rumah Oei Lasem pun memiliki pintu yang besar. Dindingnya pun demikian. Tinggi dan kokoh, sehingga memberi kesan anggun, sekaligus arogan. Demi menjaga privasi sang pemilik rumah.
Namun semuanya menjadi berbeda kini. Setelah ratusan tahun berlalu, mulai tahun 2018 Pintu Rumah Oei terbuka lebar.
Siap menyambut siapa saja yang datang ke Lasem. Hal yang tentunya mengalihkan kesan angker yang dahulu pernah disandangnya, lalu mengubah citranya menjadi rumah yang ramah.
Pintu tua Rumah Oei terbuat dari kayu, dengan ukiran tulisan mandarin yang ada di atasnya.
Dari pintu masuk, kita akan menemukan sebuah restaurant terbuka yang menyajikan kopi lelet, juga aneka makanan khas Lasem.
Saya memang tak sempat memotret makanan dan menunya. Di post ini juga saya tidak akan mengulas rumah makannya, tetapi menelusuri bangunan serta arsitekturnya.
Namun demikian, saya kasih spoiler ke teman-teman semua. Bahwasanya semua makanan dan minuman yang disajikan disini rasanya lezat, otentik, dan jauh dari kata mengecewakan. Worth the money.
Sehingga jika kalian mencobanya, insyaAllah tidak akan rugi.
Rumah Oei Lasem berdiri sejak 1818
Informasi ini saya dapat dari prasasti yang tertulis di depan Rumah Oei. Juga sejarah rumah ini yang dipampang di beranda rumah.
Rasanya, teman-teman semua bisa baca dari foto ini saja ya, sehingga saya tak perlu menuliskannya lagi.
Masuk lebih jauh ke dalam rumah, disini terdapat banyak sekali barang-barang tua seperti kaset lawas, radio antik, mesin ketik, dan aneka artefak lainnya peninggalan keluarga Oei generasi sebelumnya.
Artefak ini melengkapi fungsi Rumah Oei yang kini dijadikan pusat peranakan heritage, edukasi seni, budaya, dan kuliner Lasem.
Selain itu, terdapat pula kamar yang digunakan oleh keluarga Oei generasi sebelumnya. Kamar ini terkesan agak gelap, nuansanya pun sedikit kelam. Kamar yang terdiri atas dua ranjang dari besi, satu meja nakas, dan satu jendela besar. Dilengkapi AC.
Meskipun kelam, buat saya tidak menyeramkan. Malah seperti membawa kita ke masa lalu. Masa dimana dunia tak seramai sekarang.
Kalau yang kalian maksud kamar ini yang akan kalian tempati jika menginap di Rumah Oei, tentu saja tidak.
Masih ada halaman luas, dan satu bangunan berlantai 2 yang lebih terang cahaya dan auranya. So, lets dig in!
Penginapan Wisma Pamilie
Kalau menginap di hotel mewah sih rasanya sudah biasa. Tapi bagaimana jika menginap di penginapan yang telah berusia lebih dari 200 tahun? Tahun ini bahkan tepat 205 tahun umurnya.
Mungkin dari kalian banyak yang bergidik ngeri. Namun saya justru ingin sekali menginap disini.
Wisma Pamilie akan kalian temukan di balik halaman belakang Rumah Oei yang luas. Wisma ini terdiri atas 2 lantai dengan 15 kamar. Setiap kamarnya dinamakan tokoh-tokoh pewayangan seperti Yudhistira, bima Ardjoena, Nakoela, Sadewa, Baladewa, Kresna, dll.
Berbeda dengan suasana rumah utama yang agak kelam, Wisma Pamilie jauh lebih banyak cahaya, dan interiornya sedikit lebih modern dibandingkan dengan rumah utama.
Ada beberapa tipe kamar di Wisma Pamilie. Mulai dari kamar standar, double, hingga kamar yang bisa muat 6 orang. Cocok buat kalian yang datang ke Lasem bersama keluarga atau rombongan kawan-kawan.
Menurut saya, kamar Wisma Pamilie Rumah Oei tidak memberikan kesan angker sama sekali. Malah justru homy. Kamarnya luas, dengan lantai semen dan ornamen kayu yang masih asli. Kamar mandinya juga modern, bertema natural dan cukup estetik.
Kebersihannya juga terjaga. Saya tidak menemukan debu-debu menempel di dinding, kayu, atau meja rias di kamar. Padahal disini banyak ukiran.
Harga masing-masing kamar juga berbeda. Semua tertera disini.
Untuk makanan jangan khawatir. Terdapat restaurant di Rumah Oei. Atau jika kalian ingin mengeksplor kuliner Lasem yang lainnya, lokasi Rumah Oei cukup strategis dan terletak di pinggir jalan, sehingga dekat dengan tempat makan.
Setiap kamar memiliki ventilasi dan aliran udara yang sangat baik menurut saya. Tidak panas meskipun AC tidak dinyalakan. Lalu, setiap kamar menghadap ke taman ini:
Kios Peranakan yang menjual kerajinan Khas Lasem
Saat ini, yang mengelola Rumah Oei adalah Generasi ke-7 keluarga Oei Am. Selain dimanfaatkan sebagai pusat heritage, di dalamnya juga terdapat toko yang menjual barang-barang kerajinan khas Lasem.
Terdapat batik Lasem, atau yang sering kita kenal dengan batik empat negeri, kaos, barang pecah belah, dan lainnya. Tentu saja semua menarik di mata saya. Jika saja saya tak hendak melanjutkan perjalanan ke Semarang dan Yogyakarta, tentunya saya sudah memborong souvenir tersebut.
Satu yang tak ketinggalan, adalah icon dari Rumah Oei Lasem. Soemoer Soember Girang, atau dalam bahasa Mandarin Yuan Si Shui Yin. Konon kata keluarga Oei, sumur ini sangat jernih airnya. dan orang yang minum air sumur ini akan ingat asal usulnya.
Itulah cerita perjalanan saya ke Rumah Oei Lasem dan menyusuri peninggalan budaya, menikmati kulinernya, juga bangunan bersejarahnya. Menurut saya, ini adalah perjalanan terindah saya di pulau Jawa.
Hal yang membuat saya Kesengsem dengan Lasem.
Sampai jumpa di perjalanan saya selanjutnya.
Add comment