Mungkin banyak yang belum tahu, bahwasanya teknik membuat batik tulis Lasem diperkenalkan oleh seorang Tionghoa bernama Na Li Ni pada abad ke-15. Ia lebih dikenal sebagai Putri Campa, Istri Bi Nang Un yang merupakan anggota ekspedisi Zheng He di tahun 1405-1433. Perjalanan saya ke Lasem menguak sejarah batik tulis Lasem, terutama proses menggambar dengan canting dan pewarnaan yang rumit. Yuk kita lihat!
Rangkuman Perjalanan Dua Hari di Lasem:
- Bernostalgia dengan perabot kuno di Waroeng Lasem
- Belanja batik Tiga Negeri di Oemah Batik Lasem
- Menyusuri jajaran rumah tua di Kampoeng Heritage Desa Karangturi Lasem
- Mengenal Warung Kesengsem Lasem, pusat nongkrong anak muda Lasem yang hits
- Sejenak menyapa Opa Lo, Pemilik Rumah Opa Oma Lasem
- Mengulik Arsitektur Kelenteng Cu An Kiong Lasem, Klenteng Pertama di Pulau Jawa
- Mengenal Kong Co The Three Musketeers of Lasem di Kelenteng Gie Yong Bio
- Bertamu ke Rumah Tegel Lasem
- Menikmati Tenggelamnya Sang Surya di Pantai Watu Layar, Lasem
- Itinerary Wisata Lasem, Dua Hari nggak sampai sejuta!
- Homestay Rumah Merah, Penginapan Tiongkok Kecil Heritage Lasem yang memanjakan mata
- Menginap di Wisma Pamilie, Rumah Oei Lasem
Tentang Batik Tulis Lasem, Putri Campa, dan Laksamana Zheng He
Pernahkah kalian dengar kisah Laksamana Zheng He atau sering kita sebut sebagai Cheng Ho? Seorang penjelajah muslim Tiongkok yang terkenal. Selama kurang lebih 28 tahun, Laksamana Cheng Ho mengembara ke berbagai negeri di Asia dan Afrika, termasuk diantaranya Nusantara.
Ia adalah salah satu tokoh penting yang membawa tradisi Tiongkok, sekaligus agama islam ke bumi pertiwi. Salah satu tradisi yang kini menjadi akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa adalah teknik membatik. Ceritanya pernah saya kisahkan disini:
Klenteng Sam Po Kong, Saksi Bisu Bersauhnya Laksamana Cheng Ho
Kecintaan saya pada batik mengantarkan saya pada sebuah tempat yang istimewa, yaitu Workshop Batik Pusaka Beruang.
Tempat magis yang memungkinkan saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana proses pembuatan batik yang masih otentik sejak awal abad ke-15. Diwariskan turun temurun sejak 6 abad yang lalu.
Workshop Batik Tulis Pusaka Beruang
Batik Pusaka Beruang memiliki 5 workshop pembuatan batik yang tersebar di Desa Ropoh-Pancur, Desa Karasjajar, Desa Babagan, Desa Karangturi, dan di Desa Sumbergirang.
Kali itu yang saya datangi adalah Workshop di Desa Ropoh-Pancur. Tepatnya di depan Pohon Trembesi Keramat di Pancur.
Hari masih pagi saat saya menyambanginya. Sekitar jam 10 pagi.Namun demikian, saat saya masuk ke dalam sebuah bangunan sederhana ini, sudah banyak para ibu yang sedang sibuk menggerakkan cantingnya.
Mereka adalah para seniman batik yang menjadi pilar dalam pelestarian warisan budaya Nusantara.
Tangan mereka begitu lentur saat mengukir pola batik tiga negeri khas daerah pesisir, terutama Lasem.
Tak hanya Batik Lasem yang mereka produksi. Saat saya berkeliling workshop, saya menemukan pula batik bermotif ondel-ondel khas Jakarta.
Ya, ternyata batik tulis Jakarta diproduksi disini.
Sebelumnya, saya pernah mengikuti kursus pembuatan batik di Kampung Batik Kaoeman Solo, dan Sokaraja, Banyumas. Namun demikian hasilnya mengerikan. Saya sungguh tak bisa menggambar.
Perlu juga kalian ketahui, bahwasanya menggerakkan canting saat membatik tak semudah saat kita melihatnya. Pengalaman saya saat mengikuti kursus membatik adalah tangan seringkali tremor, sehingga membuat lilin/malam berceceran di kain batik.
Butuh keterampilan khusus, kesabaran, dan keuletan untuk menghasilkan karya batik yang mumpuni. Seperti ibu ini:
Seniman Batik: Pahlawan yang Berperang Melawan Gempuran Teknologi
Di era yang serba cepat, dimana teknologi, fast moving consumer goods, fast fashion, tentunya membuat orang lebih suka mengenakan pakaian yang serba cepat dan praktis. Batik yang dibuat dengan penuh cinta dan citarasa seni yang tinggi pun tak luput dari imbasnya.
Batik tulis harus bertahan dan berperang dengan batik buatan mesin, atau kita sebut sebagai batik print.
Padahal dari segi kualitas, proses pembuatan, dan filosofinya jelas jauh berbeda. Batik tulis membutuhkan usaha yang sangat besar dan kecermatan tingkat tinggi.
Jika dibandingkan dengan baik tulis, sekilas batik print memang lebih mudah didapatkan, lebih murah, juga lebih bervariasi warna dan bentuknya.
Namun buat pecinta batik seperti saya, mengenakan batik tulis memberikan rasa puas dan kebanggaan tersendiri. Terutama karena saya dilahirkan di Jawa, sebagai wanita Jawa yang tak lepas dari tradisi mengenakan batik. Seolah dengan mengenakannya, saya menyerap rasa cinta dari pembuatnya.
Lihatlah prosesnya seperti ini. Para ibu pengrajin batik harus berhadapan dengan panasnya boiler besar berbahan bakar kayu, demi meluruhkan malam dan melanjutkan proses pewarnaannya.
Tak berhenti sampai disitu. Batik yang telah dicelup selanjutnya harus dicuci dengan air dingin, dan dibilas di kolam seperti ini:
Setelahnya, Batik tersebut ditiriskan, untuk kemudian dicuci kembali di air yang mengalir.
Seringkali, kerja keras mereka ini tak sebanding dengan pendapatan yang diterima. Namun saat saya bertanya, kenapa mereka mau melakukan ini semua?
Jawabannya sama. Karena mereka mencintai pekerjaan ini, mencintai warisan budaya, dan tradisinya. Sehingga tercipta batik yang penuh dengan harga diri bangsa. Local Pride, Indonesian Pride.
Batik Tulis dibuat Laksana Kehidupan
Batik itu berproses, seperti hidup kita. Langkah demi langkah dilalui. Sehingga tak mudah terlupa dalam setiap tahapannya.
Sungguh jauh berbeda dengan fast fashion, yang cepat munculnya, cepat pula kita melupakannya. Hingga akhirnya tersisa onggokan sampah yang menggunung, yang kita sebut sebagai limbah fashion.
Oleh karenanya, berbanggalah mengenakan batik tulis karya anak bangsa, karena batik dibuat dengan full pride, local pride, nation pride.
Jika kalian ingin membeli batik tulis Lasem, harganya dibanderol mulai dari Rp350.000 hingga Rp4.250.000. Dapat dibeli online juga di Shopee Oemah Batik Lasem, atau di website Batik Pusaka Beruang.
Saya tidak diendorse, tapi saya punya satu lembar batik Lasem yang memesona warnanya. Lain waktu saya kasih lihat ke kalian semua, bagaimana saya memadankannya.
Salam cinta wastra nusantara, dari saya.
Arum Silviani.
Add comment