Saat baru turun dari mobil yang membawa kami dari Semarang, hal pertama yang menarik mata adalah keberadaan Waroeng Lasem, dalam kompleks Rumah Merah Heritage. Warung ini adalah pintu masuk Oemah Batik Lasem dan Homestay Rumah Merah.
Rangkuman Perjalanan Dua Hari di Lasem:
- Bernostalgia dengan perabot kuno di Waroeng Lasem
- Belanja batik Tiga Negeri di Oemah Batik Lasem
- Menyusuri jajaran rumah tua di Kampoeng Heritage Desa Karangturi Lasem
- Mengenal Warung Kesengsem Lasem, pusat nongkrong anak muda Lasem yang hits
- Sejenak menyapa Opa Lo, Pemilik Rumah Opa Oma Lasem
- Mengulik Arsitektur Kelenteng Cu An Kiong Lasem, Klenteng Pertama di Pulau Jawa
- Mengenal Kong Co The Three Musketeers of Lasem di Kelenteng Gie Yong Bio
- Bertamu ke Rumah Tegel Lasem
- Menikmati Tenggelamnya Sang Surya di Pantai Watu Layar, Lasem
- Itinerary Wisata Lasem, Dua Hari nggak sampai sejuta!
- Homestay Rumah Merah, Penginapan Tiongkok Kecil Heritage Lasem yang memanjakan mata
- Menginap di Wisma Pamilie, Rumah Oei Lasem
Menu di Waroeng Lasem, Rumah Merah Heritage
Papan menu besar yang memampang aneka minuman dan hidangan khas Lasem tentunya menggoda mata untuk melihatnya satu persatu. Dari papan nama tersebut, saya menangkap keunikan nama salah satu minuman. “Kopi Lelet.” Yaitu kopi khas Lasem yang dihidangkan dalam cangkir tempo dulu.
Cangkir Khas untuk Menyajikan Kopi Lelet Panas
Bentuk cangkir yang digunakan untuk menyajikan Kopi Lelet panas mengingatkan saya pada koleksi keramik kuno milik nenek saya. Dalam sebuah lemari kaca di rumahnya, terdapat banyak sekali cangkir dan piring kecil pasangannya. Tatakan cangkir kami sebut sebagai Lambar. Biasanya digunakan untuk menuang kopi yang masih panas, supaya bisa segera diminum.
Secangkir kopi lelet hanya 5 ribu rupiah, es kopi susu hanya 10 ribu rupiah. Rasanya pun tak kalah dengan kopi yang kita beli di sebuah fancy café di Jakarta lho. Di Lasem, Value for rupiah memang masih tinggi.
baca juga: Itinerary wisata Lasem, 2 hari nggak sampai sejuta!
Pada kepercayaan Hindu Jawa dan Tionghoa, pada malam tertentu orang harus menyediakan sajen atau aneka makanan dan minuman untuk para leluhur mereka. Begitupula nenek saya dulu. Setiap malam Jumat Kliwon, meja makan kami justru dipenuhi makanan yang dipersembahkan untuk leluhur. Kopi, teh, air kembang, ditempatkan di cangkir seperti ini, lalu dupa dinyalakan. Setelahnya, mantra-mantra dirapal.
Dulu, saya hanya bisa memperhatikan tingkah laku nenek saya saat melakukan prosesi ini. Seringkali malah saya kena marah karena tidak mau mengikuti prosesinya. Saya dianggap anak bandel karena tidak bisa berterima kasih pada leluhur. Padahal bukan demikian adanya. Melainkan saya dan nenek saya berbeda keyakinan. Dalam islam, hal-hal tersebut tentunya dilarang oleh agama.
Kursi dan meja ini juga sama persis dengan yang ada di rumah nenek saya. Kursi besi dengan tali plastik yang unik dan kini sulit untuk ditemukan.
Waroeng Lasem, Pelengkap Tiongkok Kecil Heritage
Kembali lagi ke Warung Rumah Merah, sepertinya sang pemilik memang bermaksud menjadikan tempat ini sebagai tempat nongkrong jika wisatawan berkunjung ke Lasem. Selain meja dan kursi untuk makan, fasilitas lain yang tak kalah menarik adalah wifi yang kencang dan keberadaan musholla. Sehingga menjadikannya nyaman untuk tempat berkumpul. Suhu Lasem yang panas pun menjadi termaafkan karena hidangan yang disajikan di tempat ini.
baca juga: Serunya Menginap di Homestay Rumah Merah Lasem
Rekomendasi saya kalau kalian kesini, cobalah secangkir kopi lelet panas, atau es kopi susu. Pesan ke mas penjaga warung, jangan lupa minta pesanan kalian diantar ke butik. Biasanya yang menginap di Rumah Merah diizinkan untuk menyesap kopi atau sekedar ngadem di areal butik ini. Sambil menunggu pesanan datang, kalian bisa menelusuri batik juga souvenir Lasem lainnya di Batik Rumah Merah. Tidak beli batiknya juga tidak apa, kalian tetap bisa melihat-lihat koleksi batik Rumah Merah yang memesona tanpa dipungut biaya.
Add comment