Halo…kalian semua apa kabar? Semoga sedang dalam keadaan terbaik ya. Juga semoga, kalian nggak bosan baca review saya. Kali ini saya mau review Kawisari Coffee & Eatery, sebuah café bernuansa indies dan vintage di kawasan Menteng. Saya memang suka banget dengan modelan cafe ataupun restaurant yang heritage dan bertempat di bangunan jaman Belanda. Saya harap kalian juga suka.
Buat kalian yang baru berkunjung ke Blog ini, yuk lihat cafe bernuansa vintage lainnya yang sudah saya kunjungi:
- 5 Cafe di Semarang bernuansa Tempo Dulu
- Review Warung Kopi Purnama Bandung
- Hafa Warehouse Bandung
- Mengenal Maison Bogerijen, Restaurant Legendaris di Braga
- 10 Tempat Makan Legendaris di Bandung
- Studio Rosid, Tempat Ngopi Sambil Menikmati Galeri Seni Tempo dulu di Bandung
- Loe Mien Toe Cafe, Cafe Vintage di Malang
- Jangan mau dibohongi overpriced cafe di Jakarta
Tempat Nongkrong Mas dan Mbak BUMN
Saya bilang begitu karena lokasi Kawisari Coffee & Eatery berada tepat di seberang Masjid Kementerian BUMN. Tepatnya di Jl. Kebon Sirih No.77A, Menteng, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, saya cukup sering melewati tempat ini, namun hanya menatapnya dari jendela busway. Bangunannya yang megah dan masih asli bergaya indies selalu menarik mata genit saya.


Terlebih, saya tahu dari staf di Kuntskring, bahwa Kawisari Coffee & Eatery ini satu grup dengan Hotel Tugu Malang dan Kuntskring Paleis, Menteng. Sehingga sudah dipastikan, kita bisa menikmati bangunan jaman Belanda yang terawat, dengan aneka barang seni di dalamnya.
Disuguhi Interior yang Indah

Disclaimer dulu buat kalian semua, saya datang ke Kawisari bukan dalam rangka lapar ya, melainkan ingin leisure menikmati bangunan tua. Sehingga menu di tempat tersebut bukan menjadi yang utama buat saya.
Suasana interiornya menghadirkan perpaduan antara nuansa Jawa klasik dan sentuhan modern. Kayu jati, ukiran tradisional, serta alunan musik gamelan menciptakan pengalaman bersantap yang hangat dan berkelas.
Kalau saya, suka banget dengan tegelnya. Mengingatkan saya ke pabrik tegel Leipzigger kommen tegelfabriek di Grote Post Weg, Lasem.


Lalu, lampu dan chandeliernya juga indah, memberikan kesan mewah sekaligus hangat. Jadi kita serasa dirumah. Atau mungkin ini perasaan saya yang selalu familiar dengan hal-hal berbau indies Belanda. Saya merasa jiwa saya lebih menyatu jika saya sedang berada di dalam bangunan tua, daripada di bangunan modern.


Anyway, disini nggak Gen Z friendly karena biasanya, pengunjungnya itu behave banget. Kalau ngakak keras-keras sampai pukul-pukul meja kayaknya bukan tempatnya sih. Jadi mungkin buat kaum muda yang kepengin hangout, tempat ini mungkin akan terasa cukup membosankan.
Kekurangan lainnya, di tempat ini tidak ada AC. Hanya ada kipas angin. Jadi buat kalian yang gampang kepanasan, tempat ini tidak akan cocok untuk duduk lama.
Juga, tidak ada tempat parkir yang memadai. Sehingga perlu kalian pikirkan kalau mau bawa mobil kesini. Tempat parkirnya sempit plus jalan satu arah. Menurut saya sih lebih baik menggunakan public transport atau kendaraan online.
Tapi kalau kalian suka cafe vintage di Jakarta, atau suka dengan bangunan Belanda, Kawisari ini cocok banget buat kalian nongkrong. Pasti kalian betah deh berlama-lama disini, sehingga udara yang cukup hangat tidak terlalu masalah buat kalian.
Menu di Kawisari Coffee & Eatery
Menu di Kawisari beragam. Mulai dari menu sarapan, hingga makanan berat lainnya. Ada juga aneka kopi, jajanan, dan cemilan. Harganya menurut saya cukup terjangkau untuk restaurant di kawasan Menteng.










Kebanyakan disini menyediakan makanan tradisional khas Indonesia. Tak jauh berbeda dengan menu di Hotel Tugu, maupun Kuntskring Paleis.
Review Rasa Makanan dan Minuman di Kawisari Coffee & Eatery
Saya memesan ayam kremes dan es pisang ijo. Setelah mencoba, jujur saya tidak terlalu surprise dengan rasanya. Artinya, rasa ayam kremesnya standar dan tidak ada “hint” yang membedakan antara restaurant ini dengan restaurant lain di luar sana.


Ayamnya cukup crispy, namun menurut saya, bumbunya masih kurang meresap ke dalam daging. Jadi agak sedikit kurang gurih. Sambalnya juga cukup standar, mengingatkan saya pada sambal rumahan yang ada di rumah orang Indonesia pada umumnya.
Tidak ada “gong” pada saat saya menikmati makanannya. Tapi lagi-lagi, saya kemari memang untuk menikmati suasana. Makanan hanyalah bonus.
Es pisang ijo, cukup enak. Manisnya pas, tidak terlalu manis. Tekstur pisang ijonya juga bagus, tidak terlalu lembek, juga tidak terlalu keras. Mirip dengan Es pisang ijo yang saya makan di Makassar.
Yang saya soroti disini adalah kemasannya. Di kawisari coffee & eatery, kebanyakan piringnya ramah lingkungan. Terbuat dari bambu yang menurut saya sangat estetik.
Total bill saya nasi ayam kremes dan es pisang ijo Rp112.000 sudah berikut pajak.
Tentang Kopi Kawisari
Kopi yang disajikan di Kawisari Coffee berasal dari Perkebunan Kawisari di lereng Gunung Kelud, Blitar, Jawa Timur. Dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut, kawasan ini menghasilkan biji kopi Arabika dan Robusta berkualitas tinggi. Semua kopi disajikan dengan proses alami dan ramah lingkungan, menjadikan rasanya otentik dan khas.

Keren kan, Plantation Coffee-nya dari kebun sendiri. Saya pernah mencoba kopinya, rasanya fresh dan menyegarkan. Namun demikian, terlalu strong untuk saya yang amatiran minum kopi.
Mungkin untuk kalian para pencinta kopi, baik itu jenis arabica maupun robusta, kalian akan suka dengan kopi Kawisari.
Kalau kalian mau tahu lebih dalam tentang sejarah perkebunan Kopi Kawisari, kalian bisa baca cerita ini.
Lesson Learned dari Review Kawisari Coffee
Di tengah hiruk-pikuk Jakarta Pusat, buat saya tempat ini bukan sekadar cafe biasa, melainkan oase yang memadukan keaslian kopi lokal dengan sajian kuliner tradisional Indonesia yang tak hanya memanjakan lidah, namun juga merecharge jiwa saya yang suka dengan bangunan kuno.
Apakah saya akan kembali lagi?
Nyatanya saya sudah kembali lagi ke Kawisari. Sekedar ngopi sore sambil berbincang dengan teman.
Post Sebelumnya:
- Sebuah Cerita Dari Cikini
- Review Kedai Seni Djakarte, Restaurant bernuansa Kolonial di Kota Tua Jakarta
- Berlabuh Sejenak di Masjid Cut Meutia, Gondangdia
- Sebuah Review Kuntskring Paleis, Restaurant Mewah dalam Gedung Berusia 100 Tahun di Kawasan Menteng Jakarta Pusat
- Review Kawisari Coffee & Eatery, Restaurant Bernuansa Indies di Jantung Kota Jakarta
Add comment